WahanaNews.co | Online Child Sexual Exploitation and Abuse atau OCSEA merupakan bentuk kekerasan terhadap anak yang semakin mengkhawatirkan di era digital saat ini.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat pada rentang Januari hingga Juni 2024, terdapat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak dengan 5.552 korban anak perempuan dan 1.930 korban anak laki-laki, di mana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2024.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, menyatakan anak-anak menjadi target eksploitasi dan kekerasan seksual melalui berbagai platform teknologi digital dan internet, baik secara langsung maupun melalui kombinasi interaksi daring dan tatap muka antara pelaku dan korban.
"Urgensi perlindungan anak di era digital yang semakin kompleks ini sangat penting karena anak-anak sering kali terpapar pada risiko eksploitasi dan kekerasan seksual online. Meningkatkan resiliensi digital mereka menjadi krusial, tidak hanya dalam hal penggunaan teknologi secara bijak, tetapi juga dalam kemampuan untuk mengenali serta menghadapi berbagai ancaman yang mungkin ada di dunia maya," ujar Pribudiarta.
Untuk mengisi waktu libur anak-anak, Kemen PPPA bekerjasama dengan YouTube Indonesia dan ECPAT Indonesia menyelenggarakan Webinar Series 'Libur Telah Tiba' dengan mengangkat tema mengenai Resiliensi Digital dan Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak Secara Online.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
Azahra Qubais selaku perwakilan dari ECPAT menyampaikan mengenai berbagai jenis kejahatan di dunia digital pada anak-anak seperti pornografi anak, Grooming online, Sexting, Sextortion, dan live streaming seksual anak secara online.
"Ada berbagai jenis kejahatan dan kekerasan seksual di dunia maya yang harus diwaspadai oleh anak-anak dan juga oleh orangtua,” ujar Azahra.
Melalui webinar ini, ia berharap setiap individu baik orang tua maupun anak-anak memiliki kemampuan resiliensi digital sehingga dapat terhindar dari kejahatan seksual secara online.