“Di sisi lain, yang telah masuk ke RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja,” ujar Ganjar.
Pelaksanaan program pun, kata Ganjar, memerlukan proses dan jangka waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Perbendaharaan Negara Pasal 21.
Baca Juga:
Wali Kota Tarakan Khairul Tekankan Pentingnya Data Anak Tidak Sekolah yang Akurat
Pasal tersebut menyebutkan bahwa pembayaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tidak boleh dilakukan sebelum barang atau jasa diterima.
“Pembayaran yang dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka. Namun, apakah kemudian kami mencari bunga? Enggak sama sekali,” terangnya.
Senada dengan Ganjar, Bima mengungkapkan, setiap daerah memiliki kas yang disimpan di bank. Kas ini ada untuk menyimpan seluruh penerimaan dan membayar semua pengeluaran daerah.
Baca Juga:
Gali Potensi Budaya, Bali Luncurkan Sensus Khusus Tahun 2026
Tak hanya itu, Bima turut menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di bank, salah satunya adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa).
“Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, tidak seperti itu,” tegasnya.
Menurut dia, apabila saat ini masih ada saldo pemda di bank, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini. “Sedangkan saldo pada akhir tahun dihitung sebagai Silpa 2022 yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan lain sebagainya,” papar Bima.