WahanaNews.co | Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memberikan sanksi administratif berupa skorsing
kepada dua Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), yakni PT BM
dan PT ASR.
Sanksi skorsing
dijatuhkan karena kedua perusahaan tersebut terbukti melakukan berbagai
pelanggaran dalam proses penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca Juga:
Juni 2025, Pemerintah Salurkan BSU dan Beragam Bantuan Sosial untuk Warga
"Sanksi skorsing diberikan sebagai salah satu upaya Kemnaker
untuk meningkatkan pelindungan PMI dan melakukan pengawasan yang lebih baik
terhadap P3MI," kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan
Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Suhartono, melalui Siaran Pers
Biro Humas Kemnaker, Selasa (20/10/2020).
Suhartono mengungkapkan, PT BM diberikan sanksi karena terbukti
melakukan pelanggaran dengan menempatkan 83 PMI tak sesuai jabatan dan jenis
pelanggaran sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, serta tidak memenuhi
hak-hak PMI yang seharusnya diterima. Sedangkan PT ASR dijatuhkan sanksi atas
pelanggaran yang sama terhadap 16 PMI.
"Sanksi kepada dua perusahaan ini berdasarkan Permenaker Nomor 7
Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Saksi Administratif Dalam Pelaksanaan
Penempatan dan Pelindungan PMI dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia, " ujar Suhartono.
Baca Juga:
KPK Sita Tiga Mobil Terkait Suap Tenaga Kerja Asing di Kemnaker
Suhartono menambahkan, agar sanksi berjalan efektif, pihaknya
akan berkoordinasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI),
Imigrasi, dan Dinas yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan provinsi,
kabupaten/kota, serta stakeholder terkait.
Ditambahkan Suhartono, Kemnaker terus berkomitmen meningkatkan
pelindungan terhadap PMI dengan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
pelaksanaan penempatan.
"Kemnaker akan menindak tegas terhadap setiap pelanggaran, dan akan
menindaklanjuti setiap bentuk pelanggaran pidana ketenagakerjaan melalui
Kordinasi dengan kepolisian," ujarnya.
Suhartono mengungkapkan, sejak tahun 2012 sampai Maret 2020,
Kemnaker telah melakukan skorsing atau pembekuan terhadap 505 P3MI. Masalah utama
penyebab diskorsingnya P3MI adalah menempatkan ke Hong Kong tanpa mendaftarkan
PMI di Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN), merekrut
calon PMI tanpa Surat Izin Perekrutan (SIP), dan tidak memberikan pelindungan
sesuai perjanjian penempatan.
Sejak tahun 2012 sampai Maret 2020, Kemnaker juga sudah mencabut
sebanyak 252 P3MI.
"Tiga masalah yang mendominasi yakni tidak menambah bilyet
deposito sebesar Rp1,5 miliar sesuai dengan Permenaker Nomor 10 Tahun 2019,
terlambat mengajukan perpanjangan, dan merekrut serta menempatkan secara
unprosedural, " kata Suhartono. [dhn]