Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda, juga bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mahasiswa.
Menurutnya, mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme biasanya tidak mau beribadah dengan kawan sebaya secara tiba-tiba, menutup diri, kerap mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, hingga nekat meninggalkan perkuliahan.
Baca Juga:
Keren! Anak Penjual Cireng Tembus UGM, Biaya Kuliah Nol Rupiah
Ia mengatakan kampus harus berperan dalam sistem peringatan dini radikalisme dengan metode--misalnya--berbasis teman sebaya. Menurutnya, setiap mahasiswa bisa saling mengawasi dan mengingatkan jika melihat perubahan perilaku temannya.
Huda menambahkan, kampus diharapkan bisa menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat.
"Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa," kata Huda.
Baca Juga:
Plt. Asisten Pemerintah dan Kesra Letakkan Batu Pertama Pembangunan Kampus STKIP THB Sirandorung
Sebelumnya, Jokowi mengatakan ada pihak di luar kampus yang mendidik mahasiswa menjadi radikalis dan ekstremis di luar kampus.
Jokowi meminta perguruan tinggi tak berhenti mendidik mahasiswa di ruang kelas dan tetap menjaga mereka saat berkegiatan di luar kampus.
"Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila kebangsaan, di luar kampus ada yang didik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras," kata dia, dalam pertemuan dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Solo, Senin (13/9), disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (14/9).