2. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi ('urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
3. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.
Baca Juga:
Kapolres Rohil Siap Ciptakan Pilkada Damai dan Bangun Sinergitas Bersama MUI
4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.
Selain itu, Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol juga menyebutkan bahwa minuman beralkohol kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0,5 persen.
Sebelumnya sempat viral di media sosial akhir Juli lalu tentang minuman anggur dengan merek Nabidz yang diklaim telah mendapatkan sertifikat halal.
Baca Juga:
Palu Berzikir: Pemkot Palu Peringati 6 Tahun Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama membantah telah mengeluarkan sertifikat halal untuk produk wine dalam produk tersebut.
"Terkait informasi adanya penjualan online produk wine dengan merk Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal, kami perlu tegaskan bahwa BPJPH tidak pernah menerbitkan sertifikat halal bagi produk wine," kata Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dalam keterangannya, Rabu (26/7).
Belakangan Kementerian Agama telah memblokir sementara sertifikasi halal produk Nabidz tersebut.