“Ditambah lagi, stigma dan minimnya kesadaran publik terhadap KBGO membuat korban enggan melapor dan kesulitan mendapat dukungan,” sebutnya.
Catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan tahun 2020 mengungkapkan adanya peningkatan jumlah KBGO. Tahun 2018, Komnas Perempuan menyebutkan terdapat 97 kasus KBGO, dan tahun 2019 meningkat jadi 281 kasus. Lalu di tahun 2020 meningkat jadi 940.
Baca Juga:
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien Berakhir dengan Penyerahan Uang Damai Rp 350 Juta
Sedangkan dalam kurun waktu Mei 2022-Desember 2023, Komnas Perempuan menerima 4.179 laporan, terbanyak kasus KBGO, yang mencapai 2.776 kasus.
Kemudian LBH Apik melaporkan bahwa dari sejumlah 489 kasus KBGO, hanya 25 kasus yang bisa dilaporkan ke kepolisian, dan cuma 2 kasus dapat masuk ke dalam proses peradilan.
KSBE VS KBGO
Baca Juga:
Kasus Persetubuhan Anak di Parimo, Kompolnas Dorong Penyidik Terapkan UU TPKS
Disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada 12 April 2022 bagaikan angin segar bagi penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). UU ini, dengan Pasal 14 yang secara khusus mengatur tentang Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE), jadi langkah maju dalam memerangi kejahatan di era digital.
Namun, perlu dicatat bahwa KSBE tidak sama persis dengan KBGO. Meski memiliki beberapa kesamaan, terdapat perbedaan signifikan di antara keduanya. Hal ini ditegaskan KRT Tohom Purba, advokat yang juga Ketua Umum Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila.
“Perbedaan utama antara KBSE dalam UU TPKS dan KBGO terletak pada fokus dan spesifikasi, perlindungan korban, serta penegakan hukum. KBSE dalam UU TPKS lebih spesifik dan fokus pada kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan prosedur penanganan dan perlindungan korban yang jelas,” bebernya, Selasa (4/6/2024).