Sementara itu, praktisi IT Ghivarra Senandika Rushdie menyarankan, selain melakukan sosialisasi UU TPKS secara masif, kampanye edukasi dan kesadaran publik dapat diperluas melalui platform crowdsourcing.
Crowdsourcing adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mengumpulkan banyak orang guna mencapai atau melakukan sesuatu.
Baca Juga:
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien Berakhir dengan Penyerahan Uang Damai Rp 350 Juta
“Membernya bakal diminta melakukan aktivitas online, seperti membagikan informasi hasil penelitian atau lainnya yang relevan, berdiskusi di forum digital, berbagi cerita, atau mengumpulkan tanda tangan untuk mendukung pemberantasan KBGO,” ungkapnya.
Ghivarra menyakini crowdsourcing bisa memainkan peran penting dalam melibas KBGO.
“Kita keroyok bareng-bareng,” selorohnya.
Baca Juga:
Kasus Persetubuhan Anak di Parimo, Kompolnas Dorong Penyidik Terapkan UU TPKS
Melalui platform crowdsourcing, sambung Ghivarra, informasi terkait KBGO dapat dikumpulkan, dianalisis, dan dibagikan dengan cepat, sehingga membantu meningkatkan kesadaran dan respons terhadap kasus-kasus tersebut.
Misalnya, korban atau saksi KBGO dapat melaporkan insiden secara anonim melalui platform khusus, dan data tersebut dapat digunakan untuk memetakan tren dan pola kekerasan serta mengidentifikasi pelaku yang berulang.
“Crowdsourcing ini bisa digunakan untuk mengembangkan alat dan teknologi baru yang bisa membantu mendeteksi dan mencegah KBGO. Para ahli teknologi, peneliti, dan pengembang perangkat lunak dapat bekerja sama untuk menciptakan algoritma dan aplikasi yang dapat mengidentifikasi konten yang berpotensi merugikan atau melacak aktivitas mencurigakan di platform online,” bebernya.