WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan pentingnya pengawasan sejak dini agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digelontorkan pemerintah dapat berjalan transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik korupsi.
Dengan anggaran mencapai Rp170 triliun pada 2025, program prioritas nasional ini dinilai rawan penyimpangan apabila tata kelola tidak diperkuat.
Baca Juga:
Soal Mercedes Benz BJ Habibie yang Dijual ke Ridwan Kamil, Ilham Berikan Penjelasan
Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono, menyampaikan hal tersebut dalam peluncuran Sistem Deteksi Dini Penyalahgunaan Dana MBG (Detak MBG) di Gedung PPATK, Jakarta.
Menurutnya, kesuksesan MBG tidak hanya diukur dari banyaknya penerima manfaat, tetapi juga dari sejauh mana dana negara dikelola dengan integritas.
“Jika tata kelola tidak diperkuat, maka program yang seharusnya menyehatkan generasi mendatang justru bisa terhambat oleh praktik penyimpangan.
Baca Juga:
Rp 26,3 Miliar, Empat Mobil, dan Lima Tanah Disita KPK, Bukan Milik Gus Yaqut
Kehadiran sistem ini diharapkan menjadi instrumen pencegahan sekaligus alat kontrol publik dalam mengawal jalannya program MBG di seluruh daerah,” tegas Agus, Senin (1/9/2025).
Sejak Maret 2025, KPK telah melakukan intervensi pencegahan korupsi terhadap Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga pelaksana utama.
Berdasarkan mandat UU No. 19 Tahun 2019, KPK menjalankan fungsi pencegahan dan monitoring atas tata kelola lembaga negara maupun pemerintahan.
Dari hasil pengawasan, KPK menemukan sejumlah titik rawan, antara lain proses penunjukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mekanisme seleksi mitra yang rentan kecurangan, hingga lemahnya laporan keuangan berkala.
Beberapa red flag yang dicatat KPK mencakup pemilihan mitra yayasan oleh pihak yayasan sendiri, harga pangan dipengaruhi keputusan Kepala SPPG, keterlibatan mitra tanpa pengalaman karena kedekatan dengan pengambil kebijakan, serta data penerima manfaat yang tidak akurat akibat lemahnya standar operasional.
Melihat kondisi tersebut, KPK mendorong BGN berfungsi lebih sebagai pengawas dan pengendali sistem, bukan sekadar operator.
Transparansi data, pelaporan, dan partisipasi publik dianggap kunci utama meminimalisir risiko penyimpangan.
Detak MBG sendiri merupakan hasil kerja sama PPATK, BGN, dan sektor perbankan untuk memantau transaksi mencurigakan dalam penyaluran anggaran MBG.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan sistem ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden agar pengelolaan dana publik benar-benar terjaga.
“Besarnya alokasi dana dan luasnya penerima manfaat menuntut pengawasan ketat agar benar-benar tepat sasaran. Penguatan sistem berbasis data menjadi komitmen PPATK dalam mendorong akuntabilitas,” ujar Ivan.
Sementara itu, Menteri PANRB, Rini Widyantini, menilai kehadiran Detak MBG mencerminkan transformasi digital birokrasi pemerintah.
“Kompleksitas program MBG menuntut tata kelola terpadu agar pelaksanaannya berjalan akuntabel. Sistem ini bukan hanya pencegahan dini, tetapi juga bagian dari perbaikan birokrasi menuju tata kelola yang lebih bersih,” papar Rini.
KPK menilai penguatan pengawasan pada program MBG merupakan investasi jangka panjang demi tercapainya Indonesia Emas 2045.
Dengan sinergi lintas lembaga, potensi penyalahgunaan bisa ditekan, kepercayaan publik meningkat, dan generasi bangsa mendapatkan gizi layak tanpa tercemar praktik korupsi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]