Terkait
insiden KRI Nanggala-402, Soleman menyebut, ke depannya perlu ada pengadaan
alutsista berupa kapal selam penyelamat.
Saat
ini, Indonesia masih mengandalkan armada milik negara luar untuk melakukan
evakuasi.
Baca Juga:
6 Fakta Menarik Halmahera Barat, Ada Pantai yang Bisa Mengusir Kegalauan Pengunjungnya
"Pelajaran
[dari kasus KRI Nanggala] bahwa kita membutuhkan kapal selam rescue.
Dulu [pernah punya] 12 [kapal selam], tapi enggak pernah punya kapal khusus rescue,"
ujarnya.
Di
acara yang sama, Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, menyebut peremajaan
alutsista, termasuk pengadaan kapal selam, pada prinsipnya sudah masuk program minimum
essential force (MEF) tahap III yang berakhir pada 2024.
"Peremajaan
itu perlu, tapi kan kita mengalami beberapa kendala, termasuk persentase
[anggaran pertahanan] terhadap PDB (produk domestik bruto) yang masih sangat
rendah dari ideal," kata dia.
Baca Juga:
Serahkan Rumah Pada Ahli Waris KRI Nanggala 402, Bupati Sidoarjo Dampingi Menhan Prabowo
"Di
bawah 1 persen [dari PDB], 0,8 [persen]. Idealnya, [anggaran pertahanan itu] di
atas 1,2 persen dari PDB," imbuhnya.
Menurut
dia, keberadaan alutsista tua tak lepas dari penyetopan peremajaan alutsista
pada periode 1998 hingga 2008.
Pemerintah
kemudian mencanangkan MEF dalam tiga tahap untuk mengejar ketertinggalan.