Dia menjelaskan, perlu adanya
insentif tersendiri bagi PLN dalam membeli listrik yang dihasilkan oleh PLTSa,
sehingga tidak memberatkan PLN, mengingat saat ini produksi listrik masih cukup
berlimpah.
"Bentuk insentif yang diberikan
itu bisa berupa dana kompensasi atau subsidi kepada PLN terkait pembelian listrik
PLTSa dengan harga tersebut," jelasnya.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
Mamit juga menyoroti soal
biaya pembangunan PLTSa yang dibebankan ke daerah akan cukup memberatkan bagi
setiap pemerintah daerah.
Dia menjelaskan peranan
pemerintah daerah yang harus menggandeng pihak swasta dalam rangka membangun
PLTSa tersebut.
Pertanyaan selanjutnya, apakah
antara biaya pembangunan dengan nilai beli oleh PLN itu sudah mencapai nilai
keekonomian?
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
"Apalagi jika Pemda
menggandeng pihak swasta, maka perhitungan mereka akan lebih hati-hati lagi,
kecuali memang Pemda membentuk BUMD yang mengelola PLTSa sendiri. Perlu adanya
insentif lebih kepada Pemda, di mana bantuan saat ini sebesar Rp 500.000 per
ton dinilai belum cukup memadai," tuturnya.
Seperti diketahui, dalam Perpres
Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah
Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, harga pembelian
listrik oleh PLN dari PLTSa untuk kapasitas sampai dengan 20 megawatt (MW)
ditetapkan sebesar 13,35 sen dolar AS per kWh, sedangkan kapasitas di atas atas
20 MW ditetapkan 11,8 sen dolar AS per kWh. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.