WahanaNews.co | Menko Polhukam, Mahfud MD, menyebutkan anggota polisi yang memberikan keterangan keliru ke publik di awal kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J bisa dijerat.
Sebanyak lebih dari 20 orang bisa dijerat pelanggaran etik dan pidana.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Mahfud mengatakan memberikan keterangan yang belum jelas merupakan tindakan tidak profesional.
"Itu pelanggaran etik tadi, tidak profesional, pelanggaran etik dan diperiksa oleh Irsus. Itu tidak boleh memberikan keterangan yang belum jelas. 'Terjadi tembak menembak sehingga yang satu meninggal', itu alat buktinya tidak ditunjukkan," ujar Mahfud di Kantor Kemen Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2022).
"Lalu yang satu bilang 'itu ahlinya memang empat tembakan kena semua', seakan-akan meyakinkan. Padahal itu (Bharada E) nggak bisa nembak, yang jago nembak yang meninggal (Brigadir J) itu," sambungnya.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Mahfud juga melihat berkas penghargaan penembakan yang dimiliki oleh Brigadir J. Dia menyebut Bharada E tidak memiliki berkas tersebut.
"Kalau penjelasannya salah itu bisa pertama itu bisa dinilai tidak profesional. Nah, nanti itu sudah pasti tidak profesional. Nanti kalau ketemu bahwa itu tidak profesional dan itu sengaja menyembunyikan fakta itu bisa menjadi pidana. Menjadi pelanggaran etik, antara disiplin dan pidananya, begitu," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan ada kemungkinan Irjen Ferdy Sambo juga dijerat pasal lainnya. Dia mengatakan Ferdy Sambo dianggap menghalangi proses penegakan hukum.
"Malam ini Kapolri berhasil mengeluarkan bayinya dalam kasus kriminal, yaitu Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus skenario yang memerintahkan pembunuhan. Mungkin berencana karena dugaannya sangkaannya pasal 340, 338, 55 dan 56 dan mungkin itu akan bersambung lagi ke 231, 221, 133, itu tentang menghalangi proses penegakan hukum," jelas Mahfud.
Sebagai informasi, kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7). Kasus ini baru diumumkan ke publik pada Senin (11/7) atau tiga hari setelah kejadian.
Pengumuman awal disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Saat itu, dia menyatakan peristiwa yang terjadi adalah baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E. Baku tembak itu, katanya, menewaskan Brigadir J.
Selanjutnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan nonaktif Kombes Budhi Herdi Susianto menggelar konferensi pers terkait kasus ini pada Selasa (12/7).
Dalam konferensi pers itu dia menyebut Brigadir J melepaskan tujuh tembakan ke Bharada E, namun tak ada yang kena.
Sementara, Bharada E melepas lima tembakan dan semuanya mengenai Brigadir J.
Budhi juga menyebut ada satu tembakan yang menyebabkan dua luka pada tubuh Brigadir J sehingga menyebabkan total tujuh luka tembak.
Dia juga menyebut Bharada E sebagai personel yang jago menembak.
Terbaru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tak ada baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Timsus yang dibentuknya pun menetapkan Bharada Eliezer, Bripka Ricky, Kuat dan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. [rin]