Kala itu, Adolf Baars mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang terlalu murah untuk dijadikan perkebunan. Selain itu, kaum buruh bekerja keras tanpa upah yang layak.
Pada tahun 1921, HOS Tjokroaminoto, ditemani oleh muridnya, Soekarno, berpidato mewakili serikat buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Baca Juga:
Mimpi Indonesia Emas 2045 Terancam: 40 Juta Penduduk Terjebak Gaji Rendah
Dua tahun setelahnya, pada 1923, terjadi peringatan hari buruh terpanjang di era kolonial.
Perayaan hari buruh nasional kembali muncul sejak kemerdekaan. Pada 1 Mei 1946, sejarah hari buruh mencatat Kabinet Sjahrir membolehkan perayaan ini, bahkan menganjurkannya.
Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 juga mengatur bahwa tiap 1 Mei, buruh boleh tidak bekerja.
Baca Juga:
Soal Tapera Kemnaker Bakal Gencarkan Sosialisasi ke Pekerja dan Pengusaha
Undang-undang tersebut juga mengatur perlindungan anak dan hak perempuan sebagai pekerja.
Pada 19 Mei 1948, ribuan petani dan buruh mogok untuk menuntut pembayaran upah yang telah tertunda.
Aksi ini juga memicu aksi-aksi lainnya.