Dari di bawah Rp 50 triliun
pada lima tahun sebelumnya, menjadi hampir mencapai Rp 500 triliun.
"Lima tahun terakhir ini,
PLN membiayai investasi pembangunan infrastruktur kelistrikan, seperti pengerjaan
proyek 35.000 MW itu, dengan utang," kata Zulkifli, dalam Rapat Dengar Pendapat
(RDP) di Komisi VI DPR RI pada 25 Juni 2020, persis setahun silam.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Utang PLN, sejak 2015, terus
mengalami peningkatan hingga 2017.
Pada 2015, penambahan
pinjaman (additional loan) tercatat sebesar
Rp 18,7 triliun, kemudian 2016 sebesar Rp 22,4 triliun, dan 2017 sebesar Rp 42,5
triliun.
Jumlah itu melonjak lebih
dari 10 kali lipat pada 2020, di mana perseroan memiliki utang sebesar Rp 649,2
triliun.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Jumlah itu berasal dari utang
jangka panjang PLN yang mencapai Rp 499,6 triliun, dan utang jangka pendek Rp 149,6
triliun.
Mengutip laporan keuangan
perusahaan yang dipublikasikan di situs PLN, utang jangka panjang didominasi
oleh utang obligasi dan sukuk ijarah (Rp 192,8 triliun), serta utang bank (Rp 154,48
triliun).
Sementara utang jangka pendek
didominasi oleh utang usaha pihak ketiga (Rp 30,6 triliun), dan utang bank (Rp 18,8
triliun).