Adanya keterlambatan (delay) pembayaran tersebut memang benar
pada saat itu.
Namun, dalam prosesnya,
pembayaran itu melalui audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terlebih dahulu.
Baca Juga:
Lewat Aksi Zero Waste Warriors, 18 Ribu Volunteer PLN Berhasil Kumpulkan 170,80 Ton Sampah
Lalu, BPK-lah yang menentukan
seberapa besar utang pemerintah itu.
Karena, bukan hanya membayar
biaya kompensasi, tapi juga subsidi listrik. Pemerintah sudah membayar program
subsidi listrik yang dibayarkan secara reguler.
Yang terakhir, adalah PMN
(Penanaman Modal Negara), di mana pemerintah menambah modal pada PLN.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Resmikan 55 Proyek Pembangkit EBT, Termasuk Program Lisdes PLN di Berbagai Wilayah Indonesia
"Saya kira ya, ada
kerugian dari sisi nilai uang, karena ada perbedaan waktu, dan PLN tidak
langsung mendapatkan penggantian pada saat mereka sudah mengeluarkan. Misalnya,
ada kebijakan mengenai subsidi dan lain-lain, tapi itu tetap dibayarkan. Ada
selisih waktu iya, tapi tetap dibayarkan sesuai dengan audit dari BPK,"
ungkap Fabby.
Fabby menegaskan, langkah
untuk mengurangi hutang yang dimiliki PLN adalah dengan cara secepatnya
dilunasi, seperti tahun lalu.
"Yang kedua juga bisa
melakukan refunding, misalnya PLN
pinjam uang dari pasar uang internasional dengan bunga yang lebih rendah. Lalu,
uang itu kemudian dipakai untuk melunasi hutang," tambahnya.