Bagi Indonesia, teknologi CCUS memiliki peran penting dalam mendukung target pengurangan emisi dan pada saat yang sama juga dapat meningkatkan produksi gas alam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon dioksida sekitar 2 gigaton yang tersebar di beberapa wilayah mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Adapun potensi saline aquifer sebesar 9,68 gigaton karbon dioksida dari cekungan Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Beberapa studi atau proyek CCUS yang sedang berjalan, antara lain Lapangan Gundih yang saat ini dalam tahap joint study dengan Jepang. CCUS Gundih ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2024 ataupun 2025 dan berpotensi menyerap lebih kurang 3 juta ton karbon dioksida selama 10 tahun serta dapat meningkatkan produksi gas alam lebih kurang 36 BSCF dan kondensat lebih kurang 382,7 MSTB.
Selanjutnya, ada proyek Tangguh yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2026 dan berpotensi menyerap lebih kurang 25 juta ton karbon dioksida selama 10 tahun serta dapat meningkatkan produksi gas alam lebih kurang 300 BSCF.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan dari sekian banyak cekungan yang ada di Indonesia terutama wilayah timur, mayoritasnya adalah cekungan gas alam yang berpotensi mendorong produksi hingga 12 BSCFD pada tahun 2030.
Saat ini, rata-rata 70 persen plan of development berupa pengembangan lapangan gas bumi karena lebih dari 50 persen penemuan sumur eksplorasi yang terjadi dalam satu dekade terakhir lebih banyak gas alam.
"Sekarang orang sudah melakukan uji coba untuk membawa karbon dalam bentuk liquefied untuk dibawa ke suatu tempat, lalu dimasukkan ke dalam CCUS..., Indonesia punya banyak reservoir yang bisa dimanfaatkan dunia untuk menyimpan karbon dioksida," kata Dwi.