Menurut dia, hal itu
merupakan bagian dari optimasi atau peningkatan nilai tambah dari sumber daya
mineral yang dimiliki oleh Indonesia.
Proses HPAL dapat
menghasilkan produk nikel kelas satu, yakni Mixed
Hydroxide Precipitate (MHP) dengan turunannya berupa nikel sulfat (NiSO4)
dan cobalt sulfat (CoSO4) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai.
Baca Juga:
Luhut Tidak Setuju Sebutan 'Anak Ingusan' untuk Cawapres Gibran, Minta Pandangan Adil
Produk-produk tersebut
bernilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dihasilkan dari
jalur RKEF.
"Untuk itu, kita perlu
dukung dan terus didorong untuk terjadi peningkatan investasi agar ada
penambahan line (jalur) produksi, sehingga kita mendapat sebesar-besarnya
manfaat dari proses produksi ini," imbuh Luhut.
PT Halmahera Persada Legend
(HPL) menggelontorkan lebih dari 1 miliar dolar AS untuk investasi smelter HPAL di Pulau Obi.
Baca Juga:
Peran Strategis Luhut Mewujudkan Impian Pembangkit Listrik Nuklir di RI
Selain PT HPL, di Kawasan
Industri Pulau Obi juga terdapat perusahaan smelter
lainnya, yakni PT Megah Surya Pertiwi dan PT Halmahera Jaya Feronikel.
Kedua perusahaan tersebut
memproduksi ferronickel menggunakan RKEF.
Di samping perusahaan smelter, ada juga perusahaan
pertambangan bijih nikel, yaitu PT Gane Permai Sentosa dan PT Trimegah Bangun
Persada.