"Nah itu harusnya dihargai, apalagi di dalam UU KPK sendiri tidak ada pengecualian yang mengecualikan ketentuan tersebut, terkait dengan penahanan," imbuhnya.
Dalam sidang praperadilan melawan KPK, pihaknya membawa 7 bukti berupa surat yang diyakininya menguatkan dalil gugatan praperadilan melawan penetapan tersangka terhadap kliennya oleh lembaga antirasuah itu.
Baca Juga:
Heboh, Hakim Agung Gazalba Bayar Rumah Mewah Rp 7,5 M dengan Uang Cash
Pertama, surat pemeriksaan internal oleh Badan Pengawas MA yang berisi keterangan dua asisten Gazalba bernama Zainal dan Rudy.
"Salah satunya adalah pemeriksaan internal di badan pengawasan di Mahkamah Agung. Di mana di situ sudah jelas terdapat kesaksian dari kedua asistennya (Zainal dan Rudy) bahwa pak Gazalba ini tidak pernah terima (suap) sama sekali di situ," ujarnya.
Kedua, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Dimas mengaku mempermasalahkan penetapan Gazalba sebagai tersangka sejak SPDP diterbitkan.
Baca Juga:
Dibayar Cash Pakai Duit 2 Koper, Hakim Agung Nonaktif Gazalba Beli Rumah Rp7,5 Miliar
"Kita juga menghadirkan SPDP-nya di situ, kita membuktikan bahwa kita justru mempertanyakan kenapa status tersangka ini bisa muncul sejak SPDP dan tidak ada surat penetapan tersangkanya sendiri. Padahal sudah seharusnya penetapan tersangka proses yang paling akhir," ujarnya.
"Harusnya terdapat kesempatan si calon tersangka ini harus diperiksa terlebih dahulu sehingga mempunyai hak untuk membela diri. Karena kan itukan merupakan suatu hak asasi dan suatu penerapan dari asas praduga tak bersalah," imbuhnya.
KPK sejauh ini telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.