WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kemunculan dua bibit siklon tropis secara bersamaan di sekitar wilayah Indonesia kembali menjadi perhatian publik. Fenomena atmosfer ini memicu kekhawatiran akan potensi dampaknya terhadap cuaca ekstrem di kawasan timur Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun segera angkat bicara.
Baca Juga:
BMKG Ingatkan Ancaman Gelombang 4 Meter, Pelaku Pelayaran Diminta Waspada
Pada Sabtu (7/6/2025), BMKG mengumumkan bahwa pihaknya tengah memantau dua bibit siklon tropis yang terdeteksi di sekitar Samudra Pasifik, yakni 92W dan 93W.
“Bibit Siklon Tropis 92W pertama kali kami pantau pada Rabu lalu, pukul 19.00 WIB, berada di utara Papua, tepatnya di Samudra Pasifik,” ujar Direktur Bidang Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani.
Sementara itu, bibit siklon 93W baru muncul dua hari kemudian, pada Jumat (6/6/2025) pukul 13.00 WIB di wilayah yang sama, tetapi sedikit lebih ke barat.
Baca Juga:
Hujan Deras dan Angin Kencang Ancam Belasan Daerah pada 4-5 Juni, Ini Peringatan BMKG
Analisis dan Perkembangan Bibit Siklon Tropis 92W
Data analisis terkini per Sabtu pukul 07.00 WIB menyebutkan pusat sirkulasi Bibit 92W berada di sekitar 13,4 derajat lintang utara dan 126,2 derajat bujur timur di kawasan Laut Filipina.
Kecepatan angin maksimum yang terdeteksi sekitar 15 knot atau 28 km/jam, terutama di sisi selatan dan timur laut sistem. Tekanan udaranya mencapai 1009 hPa.
Pengamatan citra satelit dalam 6–12 jam terakhir menunjukkan dinamika awan konvektif yang fluktuatif, menurun saat malam namun kembali meningkat menjelang pagi.
Meski begitu, wilayah awan konvektif terpantau belum terlalu luas.
Andri menjelaskan, sirkulasi sistem ini memang tampak dari lapisan permukaan hingga 850 hPa, namun masih sangat lemah dan menyebar.
“Bibit 92W didukung oleh kelembapan yang cukup tinggi di semua lapisan, serta adanya aktivitas gelombang MJO dan Equatorial Rossby,” jelasnya.
Faktor pendukung lainnya adalah suhu muka laut yang hangat, berkisar 30–31 derajat Celsius, serta vortisitas pada lapisan 850–500 hPa yang dikategorikan sedang.
Namun, sistem ini belum cukup kuat karena shear vertikal berada di kisaran sedang dan divergensi-konvergensi atmosfernya masih lemah.
Perkembangan Bibit Siklon Tropis 93W
Sementara itu, Bibit 93W terdeteksi di sekitar 14 derajat LU dan 136,7 derajat BT di Samudra Pasifik bagian barat.
Kecepatan anginnya juga sekitar 15 knot dengan tekanan minimum sekitar 1007 hPa. Namun, aktivitas awan konvektif belum tampak signifikan.
“Analisis angin menunjukkan sirkulasi belum tampak jelas dari lapisan bawah hingga menengah,” ungkap Andri.
Kondisi lingkungan di sekitar sistem ini pun dinilai kurang mendukung. Vortisitas tergolong lemah hingga sedang, divergensi dan konvergensinya juga belum optimal, meski suhu muka laut relatif hangat (29–30 derajat Celsius).
Beberapa elemen seperti kelembapan atmosfer dan gelombang atmosferik memang mendukung, tetapi belum cukup untuk memperkuat sistem.
Potensi dan Dampak di Wilayah Indonesia
Dalam 24 jam ke depan, intensitas kedua bibit siklon ini diperkirakan tetap stabil atau persisten. Bibit 92W diprediksi bergerak ke arah barat laut menuju Pulau Luzon di Filipina, namun akan mulai melemah dalam 48–72 jam saat mendekati daratan.
“Potensi Bibit Siklon Tropis 92W berkembang menjadi siklon tropis dalam 24–72 jam ke depan masih tergolong rendah,” terang Andri.
Ia menambahkan bahwa sistem ini tidak berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem di Indonesia dalam waktu dekat.
Sementara itu, Bibit 93W juga menunjukkan arah pergerakan ke barat laut menuju Laut Filipina dan diprediksi tetap persisten hingga tiga hari ke depan.
“Potensi berkembangnya Bibit 93W juga masih rendah, dan tidak berdampak langsung terhadap cuaca ekstrem di wilayah Indonesia dalam 24 jam ke depan,” tambahnya.
Komentar Pakar Meteorologi
Pakar klimatologi Rika Pranawati, menilai kewaspadaan tetap diperlukan meski peluang berkembangnya bibit siklon ini masih rendah.
“Fenomena seperti ini bisa berubah sangat cepat. Kondisi laut dan atmosfer bisa menjadi faktor pemicu yang signifikan jika terjadi perubahan suhu atau arus udara mendadak,” ujarnya.
Rika juga mengingatkan pentingnya memperhatikan informasi resmi dari BMKG secara berkala.
“Jangan sampai publik panik, tapi juga jangan abai. Kita harus cermat membaca dinamika cuaca yang semakin kompleks akibat perubahan iklim global,” tegasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]