Beberapa diantaranya: (i) Pandemic Fund untuk mengatasi pandemi di masa depan sebesar USD1,5 miliar, (ii) Special Drawing Right (SDR) oleh IMF dalam bentuk Resilience and Sustainability Trust (RST) sebesar USD81,6 miliar, (iii) Mendorong komitmen perubahan iklim pada Glasgow Pact dari negara maju sebesar USD100 miliar per tahun, (iv) Kelanjutan komitmen untuk memastikan setidaknya 30% dari daratan di dunia dan 30% dari laut dunia dikonservasi atau dilindungi pada tahun 2030, serta (v) Kelanjutan komitmen untuk mengurangi degradasi tanah secara sukarela sampai 50% di tahun 2040.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, menyampaikan perubahan struktural yang konstruktif merupakan syarat utama agar kita tidak mudah digoyahkan oleh situasi gejolak global. Presiden Joko Widodo juga memberikan sejumlah arahan agar ekonomi nasional tetap tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan, diantaranya dengan: (i) sinergi fiskal, moneter, dan sektor riil, (ii) menjaga daya beli masyarakat, (iii) meningkatkan ekspor, (iv) meningkatkan investasi, serta (v) memperluas hilirisasi dan energi hijau.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Elaborasi lebih dalam dari arahan dan pandangan Presiden Joko Widodo dilanjutkan dengan dua sesi high level panel, dimana strategi dalam menjaga resiliensi ekonomi melalui transformasi sektor keuangan menjadi dibahas pada sesi panel 1. Sesi ini menghadirkan Menteri Keuangan (Ibu Sri Mulyani), Gubernur Bank Indonesia (Bapak Perry Warjiyo), Ketua Otoritas Jasa Keuangan (Bapak Mahendra Siregar), dan Bapak Chatib Basri selaku perwakilan ekonom.
Dengan memastikan belanja pemerintah yang lebih produktif dan berkualitas, maka momentum pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dapat dijaga. Selain itu, strategi sumber pembiayaan fiskal untuk pembangunan ekonomi nasional akan semakin difokuskan pada sumber-sumber yang tidak rentan terhadap volatilitas global, seperti sumber pembiayaan jangka panjang khususnya foreign direct investment (FDI).
Dari sisi moneter, akan tetap dijalankan bauran kebijakan yang menyeluruh untuk mendorong akselerasi pemulihan ekonomi melalui pro-stability. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia melalui upaya extra effort dan sinergi multi-aktor akan mampu menjaga stabilitas inflasi meski disrupsi rantai pasok global masih berlangsung. Sementara itu, nilai tukar Rupiah juga akan sejalan dengan fundamental ekonomi yang solid ditopang oleh cadangan devisa dan kinerja neraca pembayaran yang masih kuat dan stabil.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Sebagai katalisator utama dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi, maka sumber pembiayaan seyogyanya dapat lebih variatif, atraktif, serta reliable. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengimplementasikan transformasi sektor keuangan dengan pengesahan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).
Dengan kesiapan ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan yang ada, Indonesia diperkirakan menjadi The Bright Spot in Asia. Ekonomi Indonesia akan tetap resilient meski ekonomi global akan diselimuti dengan kabut tebal. Namun, perlu diperhatikan lagi bahwa keberhasilan tersebut hanya akan didapat dengan kerja keras seluruh elemen bangsa.
Sementara itu, sesi panel 2 membahas terkait strategi implementasi transformasi struktural melalui kemudahan berusaha untuk menggerakkan sektor riil. Panelis diskusi ini diwakili oleh Menteri Perindustrian (Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita), Menteri Ketenagakerjaan (Ibu Ida Fauziyah), Ketua Satgas UU CK (Bapak Suahasil Nazara), dan Ketua Umum KADIN (Bapak M. Arsjad Rasjid P.M.).