WahanaNews.co, Purwokerto - Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman Prof Slamet Rosyadi menilai penerapan tugas kedinasan dari kantor (work from office/WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home/WFH) bagi aparatur sipil negara seusai cuti bersama merupakan kebijakan responsif.
"Artinya dengan adanya kondisi seperti ini 'kan memang akan menjadi lebih baik kalau pemerintah memberikan kebijakan WFH kepada mereka yang sedang menuju Jakarta atau tempat bekerja di kota-kota lainnya, apalagi pola kerja WFH sudah kita kenal," kata Prof Slamet Rosyadi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (14/4/2024) melansir ANTARA.
Baca Juga:
Menteri PANRB: 16-17 April WFH Maksimal 50 Persen, Pelayanan Publik WFO 100 Persen
Bahkan, kata dia, WFH menjadi salah satu alternatif pola kerja pegawai tanpa harus kehilangan produktivitas.
Dalam hal ini, lanjut dia, pegawai yang menjalani pola kerja WFH tetap produktif daripada harus memaksakan diri kembali ke Jakarta atau kota-kota lainnya untuk masuk kerja pada hari Selasa (16/4) dan Rabu (17/4) dalam kondisi lelah.
Ia mengatakan jika pegawai yang baru kembali setelah mudik lebaran tersebut dipaksakan bekerja secara WFO justru tidak akan produktif.
Baca Juga:
WFH 50 Persen pada 16-17 April bagi ASN, WFO 100 Persen untuk Pelayanan Publik
"Jadi lebih baik pola WFH itu diterapkan agar lebih produktif, kecuali untuk pelayanan-pelayanan kesehatan atau pelayanan administratif publik secara langsung itu dimungkinkan untuk tetap WFO," tutur Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed itu.
Oleh karena itu, kata dia, kebijakan pengombinasian WFH dan WFO akan jauh lebih baik jika bisa diperluas tidak hanya untuk ASN, juga bagi pekerja lainnya seperti pegawai badan usaha milik negara (BUMN), swasta, dan sebagainya.
Ia mengatakan jika ada riset yang menunjukkan bahwa pola kerja WFH selain produktif juga meningkatkan kesehatan mental, sehingga mentalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan kerja terus-menerus di dalam kantor.