WahanaNews.co | Partai NasDem menjelaskan soal rumah di Menteng, Jakarta Pusat, yang diributkan oleh politikus Partai Golkar Wanda Hamidah karena hendak dieksekusi Pemprov DKI Jakarta.
NasDem menyebut pemegang hak rumah tersebut adalah Ketua Majelis Pimpinan Nasional (MPN) PP Japto Soelistyo Soerjosoemarno berdasarkan hasil koordinasi dengan kementerian terkait.
Baca Juga:
Keluarga Wanda Hamidah Kini Tak Lagi Tinggal di Cikini
"Kasus yang sedang ramai hari ini di medsos, NasDem mengambil posisi tidak akan membela dia. Karena menurut catatan yang kami miliki setelah kasus ini mencuat, Wanda Hamidah tidak pernah menyampaikan ke partai, kemudian dia tidak pernah bisa membuktikan atas hak, atas klaim dia, jadi dia selalu katakan itu rumahnya-rumahnya," kata Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali kepada wartawan, Kamis (20/10/2022) malam.
Ali menegaskan NasDem sudah berkoordinasi ke sejumlah lembaga dan kementerian terkait polemik rumah yang diributkan Wanda Hamidah. NasDem menyebut pemegang hak rumah yang diributkan Wanda Hamidah di Menteng ialah Japto.
"Sampai hari ini kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanahan (ATR/BPN), ke beberapa institusi itu pemegang hak di situ Pak Japto, dan Wanda saya tak mengerti kalau dia katakan bahwa tempat tinggal itu rumah dia, karena riwayat itu dari mulai pertama pemilik SIP sampai hari ini yang sedang ribut atas nama Pak Hamid, itu tidak ada dasar hukumnya apa-apa," jelasnya.
Baca Juga:
Terkait Lahan Cikini Wanda Hamidah Sudah Pasrah
Tak hanya itu, Ahmad Ali juga heran atas pernyataan Wanda Hamidah yang menyebut eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menzalimi dirinya dengan melakukan eksekusi. Dia menyebut Anies hanya melakukan penertiban atas keluhan dari pengadu.
"Lalu menuduh Anies dan membawa ini dalam konteks politik, ini hal yang bar-bar menurut saya, Anies dianggap menzalimi dia, selalu dikatakan itu eksekusi, itu bukan eksekusi, itu penertiban atas pengaduan Pak Japto, permohonan Pak Japto untuk perlindungan hukum atas hak-hak dia, itu diatur dalam Pergub 207 tahun 2016," tegasnya.
Seperti diketahui, eksekusi rumah di Menteng, Jakarta Pusat, diwarnai kericuhan. Adu mulut hingga dorong-dorongan sempat terjadi ketika petugas Satpol PP mengosongkan rumah tersebut.
Pemkot Jakarta Pusat telah melayangkan 3 kali somasi terhadap Wanda Hamidah, namun tidak pernah direspons. Wanda Hamidah sudah diberi deadline untuk segera mengosongkan rumah di atas lahan milik Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno.
Pihak Pemkot Jakarta Pusat menyebutkan Wanda Hamidah tidak memiliki alas hak atas rumah yang ditempatinya itu. Versi polisi, rumah Wanda Hamidah berdiri di atas aset milik Pemprov DKI.
Melalui akun Instagram, Wanda Hamidah meminta bantuan kepada Presiden Jokowi hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Meski begitu, petugas Satpol PP tetap melakukan eksekusi.
Kamis (13/10) siang, petugas Satpol PP dibantu PPSU Kelurahan Menteng mengosongkan rumah Wanda Hamidah. Sejumlah perabotan dari dalam rumah dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam sebuah truk.
Pengosongan rumah Wanda Hamidah ini terjadi pada Kamis (13/10). Wanda Hamidah bahkan meminta pertolongan kepada Presiden Jokowi hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Kami mohon perlindungan hukum kepada Pak @jokowi Pak @aminuddin.maruf Pak @mohmahfudmd Pak @kapolri_indonesia atas tanah dan rumah yang kami tinggali dari tahun 1960 dari dugaan kesewenang-wenangan," ucap Wanda seperti dilihat di akun Instagramnya, Kamis (13/10).
Wanda mengatakan Pemprov DKI memaksa melakukan pengosongan dengan memerintahkan Satpol PP, Damkar, dengan mengirimkan buldoser hingga truk-truk.
"Dan banyak lagi lainnya tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap!," kata Wanda.
Kabag Hukum Pemkot Jakpus, Ani Suryani, menjelaskan pada lahan tersebut berdiri 4 rumah yang salah satunya ditempati Wanda Hamidah.
Lahan tersebut dimiliki Japto Soerjosoemarno, yang memiliki Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) sejak 2012 di saat SIP (Surat Izin Penghunian) yang dipunyai Wanda Hamidah sudah habis.
"Pak Japto membeli ini. Awalnya punya SHGB itu, kemudian dibeli oleh beliau kemudian diterbitkan. Karena ini tanah negara. Yang (punya) SIP ini dia (Wanda) tetapi sebagai penghuni, dan SIP sudah mati sejak tahun 2012," kata Ani kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
Pemkot Jakpus menyebut sudah tiga kali mengirimkan somasi tapi tak direspons. Wanda Hamidah juga disebut sudah ditawari untuk pindah, tetapi tidak dihiraukan.
"Kita itu sudah ada mekanismenya yang pertama kita melakukan somasi atau pemberitahuan somasi itu bisa 2 hingga 3 kali. Somasi sudah dilakukan sudah 2 kali berarti ada waktu dari yang punyanya (Wanda), untuk ditawarkan untuk pindah, itu namanya mediasi, tapi itu tidak dihiraukan," kata Ani Suryani.[zbr]