WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah pusat berencana menarik kembali kewenangan penerbitan izin tambang pasir kuarsa dari pemerintah daerah.
Kebijakan ini disusun sebagai langkah pembenahan tata kelola pertambangan, sekaligus untuk mencegah penyalahgunaan izin dan memastikan pemanfaatan sumber daya alam berjalan sesuai ketentuan.
Baca Juga:
Pemerintah Genjot Swasembada Protein Ikan, Harkanas 2025 Digelar Meriah di Jakarta
Pemerintah menilai bahwa pengawasan yang terpusat akan membuat proses penertiban lebih efektif dan memudahkan evaluasi perizinan di seluruh wilayah.
Rencana tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia usai melantik Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian ESDM, Senin (24/11/2025).
Menurut Bahlil, keputusan ini merupakan salah satu hasil pembahasan dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden RI di Hambalang, Bogor, pada Minggu (23/11/2025).
Baca Juga:
Pemerintah Terapkan Rujukan Berbasis Kompetensi, Akses Layanan JKN Bakal Lebih Cepat
Dalam pertemuan itu, Presiden dan sejumlah menteri menyoroti langkah penindakan terhadap praktik tambang maupun perkebunan ilegal yang selama ini menimbulkan kerugian besar bagi negara.
"Kami melakukan rapat terbatas dengan Pak Presiden membahas berbagai hal, terutama menyangkut dengan peningkatan ekonomi khususnya pada pengelolaan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan dan Pertambangan (Satgas PKH) untuk menegakkan kedaulatan negara atas sumber daya alam dengan cara mengembalikan kawasan hutan yang dikelola secara ilegal kepada negara yang meliputi di sektor perkebunan dan pertambangan," kata Bahlil.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memberi ruang bagi adanya pelanggaran hukum, terutama terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa kelengkapan izin.
"Saya sering juga turun terus ke lapangan. Memang tambang-tambang ilegal ada yang punya IUP, tapi nggak punya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Mereka melakukan penambangan liar dan itu semuanya akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada," ujarnya.
Dalam Ratas tersebut, pemerintah juga membahas dugaan pelanggaran oleh sejumlah pemegang izin tambang pasir kuarsa.
Salah satu temuan yang disorot adalah adanya praktik pencampuran timah dalam komoditas pasir kuarsa, meski izinnya hanya untuk penambangan pasir.
"Penambang itu memegang izinnya pasir kuarsa tapi didalamnya adalah timah, maka kemarin ratas juga memutuskan bahwa untuk izin pasir kuarsa dan silika yang awalnya di daerah ditarik kembali ke pusat agar tata kelolanya dapat diaatur labih baik kembali," ujar Bahlil.
Melalui penarikan kewenangan ini, pemerintah pusat akan melakukan penataan ulang terhadap seluruh izin pasir kuarsa, mulai dari proses verifikasi, validasi, hingga evaluasi menyeluruh.
Langkah tersebut diharapkan dapat mencegah tumpang tindih perizinan, memperkuat pengawasan, serta mendukung upaya menjaga kelestarian lingkungan di area pertambangan.
Sebelumnya, Menteri ESDM bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin meninjau langsung aktivitas tambang ilegal di Bangka Belitung.
Kunjungan tersebut dilakukan sebagai respons atas maraknya penambangan pasir kuarsa yang dinilai tidak sesuai izin dan meresahkan masyarakat.
Sebagai informasi, pasir kuarsa telah ditetapkan sebagai mineral kritis berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 296.K/MB.01/MEM/B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas Yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis.
Status ini membuat komoditas tersebut memerlukan pengawasan ketat serta tata kelola yang lebih terintegrasi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]