Keesokan harinya, Dani diinterogasi di kantor desa dan dipaksa menandatangani surat pernyataan meninggalkan rumah doa serta berjanji tidak lagi beribadah di wilayah tersebut.
Berita acara kesepakatan pun dibuat, menyatakan penutupan permanen Rumah Doa Imanuel dan pelarangan seluruh kegiatan ibadah serta pembinaan iman umat Kristen, termasuk pembagian bantuan sosial.
Baca Juga:
Tiga Tewas di Pesta Pernikahan Anak Dedi Mulyadi: Bocah, Lansia, dan Polisi Jadi Korban
Yahya mengungkap rumah doa itu telah berdiri sejak 2010 untuk melayani sekitar 100 umat Kristen di lima kecamatan Garut Selatan dan sebagian Cianjur, karena jarak gereja terdekat mencapai lebih dari 100 kilometer.
Kepala Badan Kesbangpol Garut, Nurrohdin, mengatakan penutupan dilakukan karena rumah doa tidak memiliki izin dan aktivitas dihentikan secara sukarela, sambil membantah ada paksaan.
Ia mengaku pemerintah juga mendata warga sekitar karena diduga ada perpindahan agama akibat pemberian sembako, namun hasil pengecekan tidak menemukan bukti perpindahan agama.
Baca Juga:
Pemkab Garut Batasi Operasional Truk Tambang demi Kurangi Kemacetan Akhir Pekan
Humas Kementerian Agama Kabupaten Garut, Soni, menegaskan pihaknya mendorong mediasi dan mengimbau semua pihak menahan diri agar tidak memicu kegaduhan, serta mengedepankan edukasi moderasi dan kerukunan umat beragama.
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengecam keras penutupan dan pengusiran tersebut, menyebutnya sebagai persekusi terhadap penginjil Dani Natanael dan pelanggaran konstitusi.
DPP GAMKI menegaskan rumah doa tidak wajib memiliki izin pendirian rumah ibadah permanen sesuai SKB 2 Menteri Tahun 2006, sehingga penutupan tidak memiliki dasar hukum yang sah.