WahanaNews.co | Perang antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan lonjakan sejumlah harga komoditas energi di pasar global.
Hal tersebut akan berdampak ke Tanah Air, khususnya dari sisi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Meski demikian, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksi defisit masih di bawah target.
Sri Mulyani mengatakan, sebelum lonjakan harga komoditas akibat perang di Ukraina, pemerintah optimistis kinerja APBN akan kuat ditopang kinerja moncer tahun lalu, sehingga defisitnya diperkirakan bisa ditekan hingga sedikit di bawah 4%.
Namun, dengan situasi saat ini, ia menyebut defisit mungkin akan sedikit melebar.
Baca Juga:
Sri Mulyani Minta Pemangkasan 50% Anggaran Perjalanan Dinas, Ini Instruksinya
"Tetapi harus diingat juga bawa anggaran kita tahun ini, menurut undang-undang yang sudah disetujui parlemen, dirancang dengan defisit sekitar 4,8 %. Kita perkirakan defisit kita akan lebih rendah dari ini, bahkan mungkin bukan hanya sedikit lebih rendah tapi jauh lebih rendah dari itu," kata Sri Mulyani dalam acara Bloomberg Asean Business Summit, Rabu (16/3/2022).
Dia mengatakan, kenaikan harga-harga ini memiliki dua kemungkinan.
Pertama, kenaikan akan diteruskan ke konsumen sehingga beban kenaikan harga ini ikut ditanggung konsumen.
Kemungkinan kedua, kenaikan harga-harga bisa diabsorbsi oleh pemerintah lewat subsidi.
Kemenkeu sendiri menurutnya sudah melakukan kalkulasi beberapa skenario jika pemerintah memutuskan untuk melakukan absorpsi atas kenaikan harga komoditas, terutama energi.
Jika langkah itu dilakukan, maka pemerintah harus meningkatkan subsidi atau menambah kompensasi yang dibayar kepada Pertamina maupun PLN.
"Dan itu tentunya akan berkontribusi terhadap peningkatan belanja," kata Sri Mulyani.
Meski demikian, Sri Mulyani tidak merincikan berapa subsidi energi yang akan ditambah untuk merespon kenaikan harga ini.
Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya akan selektif menentukan komoditas mana yang akan memperoleh penyesuaian di tengah dinamika global yang saat ini memicu lonjakan harga-harga saat ini.
Pemerintah sendiri sudah memulai konsolidasi fiskal sejak tahun lalu.
Defisit APBN berhasil ditekan hanya 4,6% terhadap PDB, jauh di bawah target dalam UU 5,7%.
Kondisi tersebut didorong pertumbuhan yang kuat dari sisi pendapatan sementara belanja juga masih stabil.
Kinerja positif berlanjut tahun ini. Pendapatan negara di bulan pertama saja sudah tumbuh hingga 54,9%.
Kondisi tersebut sukses membuat APBN Tanah Air surplus Rp 28,9 triliun di akhir Januari 2022.
Adapun hingga Februari 2022, pendapatan masih tumbuh di atas 20%, meskipun data resminya baru akan dirilis pekan depan.
Sementara itu, untuk aktivitas belanja dalam dua bulan pertama tahun ini, diklaim tidak mengalami kenaikan signifikan.
Namun, Sri Mulyani tetap mewaspadai kenaikan harga-harga akan mempengaruhi kinerja APBN.
"Kami sangat mencermati 10 bulan ke depan, karena situasi geopolitik ini. Kami akan mengantisipasi tekanan yang cukup besar," ujarnya. [gun]