Kepala PVBMG, Andiani, kepada media mengatakan, kondisi bahaya Semeru tetap berstatus Waspada dan masih berada di bawah tingkat bahaya tiga gunung api berstatus Siaga, yakni Merapi di Yogyakarta, Lewotolok di Nusa Tenggara Timur, serta Sinabung di Sumatera Utara.
Baca Juga:
Gunung Semeru Kembali Erupsi, Tinggi Abu 700 Meter
Letusan Primer versus Letusan Sekunder
Salah kaprah media dan berbagai lembaga pemerintah terjadi karena kesulitan membedakan ancaman primer dan ancaman sekunder.
Ancaman primer termasuk di dalamnya letusan primer yang diantisipasi dalam status Awas, status tertinggi dalam peringatan dini gunung api.
Baca Juga:
Status Gunung Semeru Turun Jadi Level III Siaga, Warga Belum Boleh Mendekat
Sedangkan yang terjadi di Semeru, adalah ancaman sekunder akibat letusan sekunder, yang bisa dipahami sebagai interaksi fisik antara curahan hujan yang mengenai akumulasi lava dan berbagai material pijar dan selanjutnya mengakibatkan awan (debu) panas guguran (APG).
Siaran pers PVBMG menyatakan bahwa karakteristik ancaman khas Gunung Semeru “yakni berupa awan panas yang berasal dari ujung aliran lava pada bagian lereng gunung. Endapan awan panas guguran terdiri dari material batuan bersuhu tinggi 800 sampai 9000 derajat Celcius yang bergerak ke arah lereng tenggara gunung Semeru sejauh sekitar 4 kilometer (km) dari puncak, atau sekitar 2 km dari ujung aliran lava.”
Mantan Kepala PVBMG, Surono, pun kemudian bersuara di berbagai media dengan mengklarifikasi bahwa terminologi yang lebih tepat adalah bukan letusan (primer) tapi sekunder.