"Harusnya,
perusahaan di lingkungan BUMN, yang notabene milik negara, menjadi contoh baik dalam pembayaran
THR dan hak-hak buruh yang lainnya," kata Obon Tabroni.
Sekretaris Tim Nasional OS PLN
(SPEE-FSPMI), Machbub, menduga,
permasalahan ini bermula dari dikeluarkannya Perdir PLN Nomor 0219, yang dibuat oleh PLN sebagai rujukan para vendor
dalam perhitungan pembayaran THR.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Perdir tersebut berusaha menghilangkan
dua komponen upah berupa Tunjangan Tetap, yaitu
Tunjangan Kompetensi dan Tunjangan Delta. Kalau kita berpedoman bahwa tunjangan
tetap adalah tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran. Tunjangan kompetensi dan tunjangan
delta tersebut diterima setiap bulan oleh pekerja, maka tidak ada alasan untuk
PLN menghilangkan dua komponen upah tersebut," tambahnya.
"Rata-rata,
pemotongan THR pekerja di kisaran Rp 300.000. Jika dikalikan kira-kira 50.000
pekerja outsourcing PLN di seluruh
Indonesia, kira-kira buruh dirugikan Rp 15 miliar," tegas Machbub.
Menurutnya, saat ini seluruh Serikat
Pekerja OS PLN di masing-masing daerah di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Serikat Pekerja Elektronik Elektrik-
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE-FSPMI), sudah merapatkan
barisan untuk melakukan konsolidasi intensif, melaporkan kepada Disnaker serta
Pengawas Ketenagakerjaan setempat.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Apabila cara-cara perundingan yang
dilakukan mengalami deadlock, yakni pihak perusahaan tetap pada pendiriannya memotong THR para pekerja OS di seluruh
Indonesia, maka dipastikan akan ada suatu gerakan mobilisasi massa besar-besaran pekerja OS PLN se-DKI Jakarta, Jawa Barat, dan
Banten, yang akan mendatangi Kantor PLN Pusat di Jakarta, dan untuk di luar 3 (tiga) wilayah itu akan mendatangi kantor
wilayah PLN di masing-masing daerah," ancamnya.
Haleyora: Kesalahpahaman