Menurutnya, industri daur ulang tidak hanya berperan menyelesaikan persoalan sampah, tetapi juga mengurangi penggunaan resin plastik baru yang selama ini masih bergantung pada impor serta terpengaruh fluktuasi harga global.
“Jika kita serius, industri daur ulang ini menjadi instrumen kemandirian material nasional. Kita tidak sekadar menyelesaikan masalah lingkungan, tetapi membangun fondasi energi dan manufaktur yang lebih efisien,” jelasnya.
Baca Juga:
Investasi Masa Depan, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Masyarakat Ubah Sampah Jadi Tabungan Emas Lewat Pegadaian
Lebih jauh, Tohom menilai bahwa data yang dihasilkan dari studi Recycling Rate Index (RRI) dapat menjadi dasar kuat bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based policy).
Ia menegaskan bahwa kualitas data adalah kunci agar semua kebijakan pengelolaan sampah tidak lagi terjebak pada asumsi atau pendekatan parsial.
“Data ini harus diterjemahkan menjadi blueprint pembangunan industri daur ulang daerah. Jangan hanya dipakai sebagai laporan seminar,” tegasnya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Seluruh Pemerintah Desa Bentuk Tim Kreativitas ‘Olah Sampah Jadi Kerajinan Tangan’
Ia juga menyerukan agar produsen dan industri besar memperkuat tanggung jawab dalam skema Extended Producer Responsibility (EPR), karena keberhasilan daur ulang nasional tidak mungkin tercapai jika beban hanya dipikul pemerintah dan pelaku industri kecil.
“Produksi besar harus bertanggung jawab besar pula. Ini era kolaborasi, bukan era saling melempar tanggung jawab,” pungkas Tohom.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.