Meski begitu, pendapat lain diutarakan sejarawan Lodewijk Petram. Di situs resminya, dia menyebut kekayaan VOC hanya US$1 triliun. Sekalipun lebih kecil, nominal tersebut cukup besar pada abad ke-17.
Sayang, VOC sebagai perusahaan terkaya dunia berakhir pada 1799. Sejarah mencatat, VOC bangkrut gara-gara korupsi dan terlilit utang. Setelahnya, Indonesia berada langsung di bawah koloni Belanda yang kemudian bebas mengeruk keuntungan dari bumi Indonesia.
Baca Juga:
RI Menang Sengketa Baja Nirkarat di WTO, Mendag Busan Dorong Uni Eropa Hormati Putusan Panel
Ambil contoh pada 1864-1938. Kala itu, Belanda memiliki perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. Menurut catatan sejarawan H.M Vlekke dalam Nusantara (1943) penjualannya mencapai 2,77 miliar atau setara US$40 miliar pada masa ini.
Atas dasar ini tak heran Belanda bisa membangun banyak, terutama terkait bendungan untuk mengatasi banjir. Namun, kemakmuran itu dibangun di atas sistem kolonial yang penuh penindasan.
Ribuan warga lokal dipaksa bekerja di bawah pengawasan ketat dengan perlakuan keras. Bahkan, dahulu di Banda, Belanda membantai ribuan warga lokal hanya demi merebut lada.
Baca Juga:
Mendag Busan Ajak Youthpreneurs Gencarkan Inovasi Produk Budaya
Pada akhirnya, kolonialisme Belanda di Nusantara meninggalkan jejak cukup jelas, yakni kekayaan luar biasa di satu pihak, tetapi juga penindasan dan penderitaan panjang di pihak lain.
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.