WahanaNews.co | Ketua DPR RI Puan Maharani mendukung langkah penutupan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sakit. Menurutnya, meski banyak mendapat dukungan modal dari APBN dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN), perusahaan pelat merah yang sakit itu tetap sulit 'sembuh' dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
"BUMN-BUMN yang tidak berdaya guna dan cenderung menghabiskan uang rakyat memang lebih baik ditutup karena hanya menjadi beban negara," kata Puan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/10/2021).
Baca Juga:
DPR Tunda Proses Capim dan Dewas KPK, Tunggu Pengumuman Kabinet Baru
Puan setuju dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal rencana pembubaran BUMN yang tidak sehat. Puan lantas menyoroti perusahaan pelat merah yang mendapat suntikan PMN, tapi tidak berbenah memperbaiki kondisi perusahaan.
"Harus ada langkah tegas untuk menghentikan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap BUMN yang tak bisa lagi berkembang. Percuma bertahan, tapi tak bisa maju akibat buruknya tata kelola perusahaan dan rendahnya profesionalisme para pengurusnya," tuturnya.
Puan mengingatkan, salah satu tujuan didirikannya BUMN adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum bagi masyarakat. Namun jika tujuan tersebut tak dapat tercapai, penyelamatan yang dilakukan pemerintah akan sia-sia.
Baca Juga:
DPR Restui Pemberhentian Budi Gunawan, Herindra Resmi Jabat Kepala BIN
"PMN yang berasal dari APBN yang merupakan uang rakyat itu seharusnya digunakan BUMN untuk membantu ekonomi nasional dan ikut meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan malah 'lenyap' oleh pengelolaan yang buruk," tegas Puan.
Puan menilai buruknya tata kelola perusahaan salah satunya diduga karena ada banyak 'permainan' di tubuh BUMN itu sendiri. Dia meminta persoalan-persoalan seperti ini yang harus dituntaskan hingga ke akar.
"Adanya permainan-permainan ini diakui sendiri oleh Kementerian BUMN, termasuk di antaranya ada pada sektor industri gula dalam negeri. Maka kami mendukung berbagai upaya efisiensi yang dilakukan Kementerian BUMN terhadap perusahaan-perusahaan milik negara yang buruk," ujarnya.