“Bahwa dengan demikian sistem proporsional dengan daftar terbuka maupun proporsional dengan daftar tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing adalah fakta yang tidak mungkin untuk dibantah,” ujar Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya juga, MK mempertimbangkan sejumlah dalil pemohon.
Baca Juga:
Kanwil Kemenag DIY Imbau Dai Jaga Kerukunan Menjelang Pilkada Serentak 2024
Salah satunya soal dalil yang menyebut pemilu proporsional terbuka telah membahayakan NKRI dan merusak ideologi. Menurut MK, apa pun pilihan sistem pemilunya, seluruh parpol diharuskan memiliki ideologi yang sejalan dengan pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik. Menurut MK, dalil itu suatu berlebihan. Karena sejauh ini parpol memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh pencalonan calon legislatif.
"Peran partai politik sama sekali tidak berkurang apalagi menyebabkan hilangnya daulat partai politik dalam kehidupan demokrasi," kata hakim konstitusi Saldi Isra.
Baca Juga:
Saksi Ganjar-Mahfud Tolak Hasil Pleno KPU Badung terkait Bansos Presiden
Kemudian, pemohon juga mendalilkan bahwa pemilu proporsional terbuka telah memunculkan calon anggota DPR/DPRD pragmatis dan tidak mewakili parpol dan merusak konsolidasi parpol.
MK berpendapat, parpol tetap miliki peran sentral dalam tentukan dan memilih calon anggota DPR/DPRD yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana dan program kerja parpol yang bersangkutan.
Jika apabila ada calon yang pragmatis dan tidak mewakili parpol, kata MK, sebaiknya tidak dicalonkan.