WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menegaskan persoalan dualisme kewenangan antara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara telah lama menghambat tata kelola perusahaan pelat merah.
Persoalan ini disebut menjadi salah satu latar belakang DPR RI bersama pemerintah kembali merevisi Undang-Undang BUMN, meski revisi sebelumnya baru disahkan pada 4 Februari lalu.
Baca Juga:
Istana Akui Kajian Peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara Masih Berjalan
Hasil pembahasan sementara menetapkan Kementerian BUMN akan diubah menjadi Badan Pengelola (BP) BUMN.
Nurdin mengatakan, meski sudah ada regulasi pembagian peran, praktik di lapangan menimbulkan kebingungan, duplikasi program, hingga memperlambat merger.
“Jika berbentuk lembaga, orientasi BUMN lebih berbasis kontrak kinerja dan indikator objektif seperti dividen, efisiensi holding, serta kualitas pelayanan publik, bukan sekadar mengikuti siklus politik,” ujar Nurdin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/9/2025).
Baca Juga:
Jejak Panjang Hasan Nasbi, Kini Duduki Kursi Komisaris PT Pertamina
Menurutnya, perubahan Kementerian BUMN menjadi lembaga dipandang sebagai langkah korektif untuk memperbaiki tata kelola perusahaan BUMN agar lebih profesional.
Saat ini, dengan adanya RUU BUMN yang tinggal menunggu disahkan di Rapat Paripurna DPR RI, pemerintah tengah menyiapkan desain “dual engine system”.
Badan Pengelola BUMN akan berfokus pada mandat sosial-ekonomi, stabilitas domestik, serta public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik.
Sementara itu, BPI Danantara akan menjadi motor investasi, ekspansi komersial, dan penghubung BUMN ke rantai pasok global.
Dengan sistem ini, pemerintah membuka jalan bagi BUMN menjadi kampiun nasional sekaligus pemain global.
Otoritas yang jelas membuat BUMN bisa lebih agresif menjalin kemitraan strategis dan masuk rantai pasok internasional.
“Fokus BUMN bisa diarahkan seimbang: memberi nilai tambah ekonomi berupa return on investment bagi negara, sekaligus menjalankan mandat kesejahteraan publik,” tutur politikus Partai Golkar itu.
Nurdin bahkan menyebut, jika sistem mesin ganda ini belum optimal, maka peluang konsolidasi penuh BUMN ke BPI Danantara tetap terbuka.
Ia juga menekankan kebijakan pejabat BUMN harus dipertanggungjawabkan secara transparan.
Menurut Nurdin, perubahan bentuk kelembagaan BUMN tidak berarti mengurangi kontrol negara terhadap perusahaan pelat merah.
“Bentuk kelembagaannya, BUMN tetap harus berpijak pada Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI dan pemerintah telah menyepakati RUU BUMN untuk dibawa ke sidang paripurna dalam rapat hari ini, Jumat (26/9/2025).
Sejumlah poin penting dalam RUU itu antara lain menyangkut kedudukan pejabat dan pegawai BUMN serta Danantara.
Selain itu, aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merangkap jabatan sebagai dewan komisaris, direksi, maupun pengawas BUMN dan Danantara.
BUMN juga tetap bisa diaudit oleh BPK, dan perubahan kelembagaan dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengelola (BP) BUMN ikut ditegaskan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]