WahanaNews.co | Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, menyampaikan, kepemilikan senjata api beladiri
untuk masyarakat sipil bukanlah untuk arogansi, melainkan untuk menciptakan
rasa aman di masyarakat. Hal ini mengingat banyak masyarakat
yang keliru soal hal ini.
Bamsoet menjelaskan, Pasal 28G UUD NRI 1945 menjamin setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi.
Baca Juga:
Uji Kelayakan Capim KPK: Bamsoet Soroti Politik Biaya Tinggi dengan Korupsi
Dalam tataran operasional, aturan
teknis soal kepemilikan senjata api juga diatur dalam Peraturan Kapolri No 18
Tahun 2015.
"Menunjukkan dari aspek
legalitas, pada prinsipnya kepemilikan senjata api untuk keperluan beladiri
adalah resmi dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan," ujar
Bamsoet, dalam keterangannya, Senin (14/12/2020).
Hal tersebut ia sampaikan saat
meresmikan Kantor DPP PERIKSHA (Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api
Bela Diri), di Jakarta.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Sebagai Ketua Umum PERIKSHA, Bamsoet
menjelaskan, PERIKSHA hadir dengan berbagai tujuan.
Salah satunya memberikan pemahaman hak
dan kewajiban tentang kepemilikan senjata api bela diri kepada seluruh anggota
perkumpulan.
Dalam hal ini, PERIKSHA juga turut
menegakkan disiplin, tata tertib dan kode etik penggunaan senjata api bela diri
bagi anggota perkumpulan meliputi cara memiliki, menyimpan dan menggunakannya
sesuai UU.
"Tak kalah penting, untuk
membangun kerja sama serta kemitraan strategik dengan aparat penegak hukum
dalam rangka membantu mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat," jelasnya.
Ia juga memaparkan kondisi Indonesia
berbeda dengan Amerika atau negara lainnya.
Pasalnya, Indonesia tidak mengizinkan
perdagangan dan kepemilikan senjata api secara terbuka.
Di Indonesia, Perkap 18/2015 secara
ketat mengatur siapa saja yang boleh memiliki dan menggunakan senjata api,
terutama untuk bela diri.
"Dalam Perkap diatur beberapa profesi
yang bisa mengajukan izin memiliki senjata api. Antara lain pemilik perusahaan,
PNS/ Pegawai BUMN golongan IV-A/setara, Polri/TNI berpangkat minimal
komisaris/mayor, anggota Legislatif/Lembaga Tinggi Negara/Kepala Daerah, serta
profesi yang mendapatkan izin dari instansi berwenang (Polri). Berbagai profesi
itupun tidak serta merta dengan mudah dapat memperoleh izin, karena persyaratan
lanjutannya amat rumit dan selektif," tegasnya.
Bamsoet menambahkan, persyaratan lanjutan tersebut diatur dalam Pasal 8 Perkap
18/2015.
Adapun persyaratannya, antara lain, memiliki surat keterangan dari
psikolog Polri, memiliki sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah
kelas III dari Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pendidikan (Pusdik)
Polri, serta lulus wawancara Ditintelkam dan pendalaman oleh Baintelkam Polri.
"Saya selalu menegaskan kepada
kawan-kawan pemilik izin khusus senjata api, bahwa senjata api bukanlah untuk
gagah-gagahan ataupun pamer kekuatan. Melainkan terbatas hanya untuk
kepentingan melindungi diri dari ancaman yang membahayakan keselamatan jiwa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Perkap 18/2015. Senjata api tidak bisa
dimiliki sembarang orang, dan tak bisa digunakan secara sembarangan apalagi
serampangan," pungkas Bamsoet.
Diketahui, dalam acara tersebut turut
hadir mantan Wakapolri, Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna; mantan Kepala Badan Intelkam Polri, Komjen
Pol (Purn) Djoko Mukti Haryono; anggota DPR
RI, Robert Kardinal; Ketua Umum Soksi, Ahmadi Noor Supit; Bobby Suhardiman, pengacara Palmer
Situmorang, dan para pengurus harian DPP PERIKHSA. [dhn]