Metode Hisab dan Protokol Rukyatul Hilal
Selain
rukyatul hilal, ada pula metode hisab yang dilakukan dalam penetapan awal
Ramadhan dan Hari Raya.
Baca Juga:
Putusan Sidang Isbat: Idul Adha 1445 Hijriah Jatuh pada 17 Juni
Namun, dari
segi popularitas, kata Marufin, survei keberagaman Muslim Indonesia tahun 2016
menunjukkan, 64 persen umat Islam di Indonesia lebih memilih berpedoman
pada rukyatul hilal untuk menentukan hari-hari besar agama.
"Survei
serupa di tahun 2018 yang ditujukan untuk kalangan milenial Muslim menunjukkan
proporsi lebih besar. Sebanyak 76 persen milenial Muslim Indonesia lebih
memilih berpedoman pada rukyatul hilal," paparnya.
Protokol
merukyat hilal diawali dengan memilih lokasi dan melaksanakan perhitungan
terkait posisi Bulan di lokasi tersebut pada tanggal 29 Sya'ban (untuk
penentuan awal Ramadhan) atau 29 Ramadhan (untuk penentuan Idul Fitri).
Baca Juga:
Tunggu Sidang Isbat Besok, Lebaran NU-Muhammadiyah Diprediksi Bersamaan
Perhitungan
ini bisa dilakukan secara manual, bisa juga secara otomatis menggunakan
perangkat tertentu.
"Jika
digelar dengan menggunakan teleskop, pada saat ini telah ada sistem teleskop
semi-otomatik yang didalamnya juga mengandung perangkat kecil untuk komputasi
seperti itu. Sehingga petugas tinggal menerima hasil dan mengkalibrasi
teleskopnya sesuai prosedur," papar Marufin.
Dalam
hal fenomena kasatmata-teleskop, petugas tinggal menempelkan mata ke lensa
okuler (eyepiece telescope) sementara
teleskop bekerja semi-otomatik menjejak posisi Bulan di langit dengan
memperhitungkan posisi lokasi (diketahui dg GPS) dan waktu.