WahanaNews.co | Putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang mengungkapkan sidang etik terlapor Lili Pintauli Siregar gugur karena Lili telah mundur sebagai Wakil Ketua KPK dikritik sejumlah pihak.
Salah satu kritik itu misalnya Dewas dinilai ingin melindungi pimpinan KPK, buntut putusan tersebut.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Merespons kritik tersebut, salah satu anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, mengaku enggan berkomentar.
Dia menyerahkan penilaian tersebut sepenuhnya kepada publik.
"Tidak ada komentar. Biar saja publik memberi komentar," kata Dewas KPK Syamsuddin Haris dilansir dari detikcom, Senin (11/7).
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Sementara itu, detikcom juga sudah berusaha untuk meminta tanggapan dari anggota Dewas KPK lainnya.
Namun hingga saat ini belum ada respons dari anggota Dewas lainnya terkait tudingan tersebut.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak mengkritik putusan Dewan Pengawas (Dewas KPK) yang menggugurkan sidang pelanggaran etik terhadap Lili Pintauli Siregar.
Salah satunya kritik datang dari Pusat Studi Konstitusi (Pusasko) Universitas Andalas menilai putusan itu demi melindungi pimpinan KPK.
"Harusnya untuk memastikan perlindungan marwah lembaga yang juga jadi peringatan bagi lainnya tetap di sidang agar publik tahu apa sesungguhnya yang dilanggar. Kalau tidak, memang Dewas berupaya melindungi individu pimpinannya bukan lembaga KPK-nya," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari, Senin (11/7/2022).
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga menyoroti putusan Dewas atas dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli terkait tiket nonton MotoGP Mandalika.
Boyamin mengatakan, meskipun Lili sudah mengundurkan diri sebelum putusan Dewas KPK keluar, menurutnya, Dewas harus tetap menyidangkan perkara tersebut karena dinilai telah mencoreng nama KPK.
Selain itu, Boyamin menilai kasus pelanggaran kode etik ini bisa dilanjutkan ke kasus pidana, baik diusut oleh KPK maupun kepolisian atau Kejaksaan Agung.
Sebab, menurutnya, pelaporan kode etik tersebut bermula dari dugaan suap gratifikasi atau kasus pelanggaran etik yang sebelumnya terkait pelanggaran komunikasi dengan pihak berperkara.
"Kalau ada dugaan hukum di pidana tidak ada proses batal atau gugur, karena hal yang terpisah. Bahwa ini kode etik itu ruhnya adalah tindak pidana, baik Pasal 36 UU KPK berkaitan melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang menjadi pasien KPK atau pasal ketentuan suap atau gratifikasi begitu, nah itu berdiri sendiri meskipun menjadi ruhnya pelanggaran kode etik, tetapi hukum pidananya tetap berdiri sendiri dan tidak batal, dan bisa diproses hukum," kata Boyamin saat dihubungi terpisah.
Boyamin menilai semestinya KPK yang menangani dugaan tindak pidana terkait kasus Lili tersebut karena jika dilakukan oleh aparat penegak hukum lainnya dinilai memalukan marwah KPK.
"Maka ini mestinya juga KPK terhadap pimpinan KPK yang diduga melakukan dugaan suap gratifikasi harusnya yang menangani KPK dan cepat dan keras gitu, untuk itu yang mestinya yang bisa diharapkan, kalau tidak KPK bisa polisi atau Kejaksaan Agung, tapi kan bisa malu kalau yang menangani Kejaksaan Agung atau Kepolisian," imbuhnya.
"Jadi itu yang mestinya diproses lebih lanjut hukum pidananya, tidak gugur, tidak batal meskipun dia sudah mengundurkan diri atau Dewas kemudian menyatakan tidak meneruskan sidangnya itu hal yang berbeda," ungkapnya.
Dewas Nyatakan Sidang Etik Lili Pintauli Gugur
Sebelumnya, Dewas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar tidak dapat diadili etik.
Dewas beralasan Lili sudah mengundurkan diri.
"Menetapkan menyatakan gugur sidang etik dugaan pelanggaran kode etik atas nama terperiksa Lili Pintauli Siregar dan menghentikan penyelenggaraan etik," ucap Tumpak H Panggabean selaku ketua majelis sidang etik, Senin (11/7).
Tumpak mengatakan surat pengunduran Lili sudah dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena itu, Dewas menilai Lili bukan lagi orang yang bisa disidang oleh Dewas.
"Menimbang oleh karena terperiksa Lili Pintauli telah mengundurkan diri dari Wakil Ketua KPK RI, dan telah terbit keputusan Presiden RI Nomor 71/P/2022 yang telah memberhentikan terperiksa sebagai wakil ketua merangkap anggota KPK RI, maka terperiksa tidak lagi berstatus insan komisi yang merupakan subjek hukum dari peraturan Dewas KPK RI," beber Tumpak. [rin]