WAHANANEWS.CO, Jakarta - Jagat maya dihebohkan dengan video deepfake yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani seolah-olah menyebut guru sebagai beban negara, namun Sri Mulyani dengan tegas membantah ucapan tersebut dan menyebutnya hoaks.
Lewat akun Instagram @smindrawati pada Selasa (19/8/2025) malam, Sri Mulyani menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melontarkan pernyataan itu.
Baca Juga:
Gaji PNS Tak Naik di 2026, Ini Kata Sri Muliyani
"Faktanya, saya tidak pernah menyatakan bahwa Guru sebagai Beban Negara. Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato saya dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus lalu," kata Sri Mulyani.
Video palsu tersebut sempat viral di media sosial, menampilkan Sri Mulyani seperti sedang menyebut guru beban negara, dan langsung menuai kecaman publik.
Kontroversi itu diperkuat oleh kutipan pidato aslinya yang dipotong, ketika Sri Mulyani menyampaikan soal tantangan keuangan negara untuk membiayai profesi guru dan dosen.
Baca Juga:
Menkeu Sri Mulyani Ungkap Gaji PNS Tak Naik di 2026
"Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar, ini salah satu tantangan bagi keuangan negara," ujarnya.
Fenomena ini kembali menyoroti bahaya teknologi deepfake yang makin sering disalahgunakan untuk memelintir fakta dan merusak reputasi tokoh publik.
Deepfake memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan video atau audio yang tampak nyata, padahal kejadian itu tidak pernah terjadi.
Istilah deepfake lahir dari gabungan kata deep yang berasal dari deep learning, sebuah teknologi pembelajaran mesin, dan fake yang berarti palsu.
Teknologi ini mulai populer pada 2017 ketika muncul subreddit "deepfakes" yang memperlihatkan video manipulasi wajah selebritas.
Proses pembuatan deepfake biasanya melibatkan dua algoritma, satu menghasilkan replika gambar atau suara, sementara yang lain bertugas mendeteksi keasliannya.
Dalam praktiknya, deepfake bisa mereplikasi suara seseorang dengan data audio asli lalu melatih mesin untuk menirukannya, atau mengganti wajah dalam video menggunakan model AI.
Meski berpotensi dipakai untuk hiburan, teknologi deepfake lebih sering dimanfaatkan untuk tujuan jahat, mulai dari penyebaran hoaks, manipulasi politik, hingga pencemaran nama baik.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]