WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis kian deras, bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendesak agar program dihentikan sementara menyusul maraknya kasus anak keracunan.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan pihaknya mengusulkan penghentian sementara program MBG hingga seluruh instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat Badan Gizi Nasional benar-benar dijalankan dengan baik, Sabtu (20/9/2025).
Baca Juga:
KPAI Soroti Pentingnya Tindakan Cepat dalam Kasus Perundungan Anak
“KPAI usul hentikan sementara, sampai benar benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat BGN benar benar dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.
Menanggapi usulan tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, memastikan bahwa pihaknya akan melakukan perbaikan menyeluruh terhadap proses pembuatan hingga distribusi makanan MBG.
“Badan POM sebagai pembantu Presiden tentu akan mendukung secara maksimal pelayanan ini (MBG). Ada hal-hal yang terjadi (keracunan), yang belum sesuai yang kita harapkan, ya kami akan perbaiki, memperbaiki diri,” kata Ikrar saat ditemui di kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Baca Juga:
KPAI Soroti Program Siswa Bermasalah di Barak Militer, Desak Dihentikan Sementara
BPOM memiliki mandat melakukan pengawasan penuh terhadap keamanan, mutu, dan manfaat pangan yang disajikan dalam program MBG, mulai dari hulu hingga hilir, termasuk penindakan terhadap potensi masalah keamanan pangan serta pemberdayaan masyarakat terkait konsumsi makanan aman dan bergizi.
Sebelumnya, KPAI bersama CISDI dan WVI menggelar survei suara anak untuk program MBG di 12 provinsi dengan melibatkan 1.624 responden anak, termasuk anak disabilitas, yang berlangsung pada 14 April hingga 23 Agustus 2025.
Hasil survei mencatat sejumlah temuan serius, salah satunya terkait kualitas makanan yang diterima peserta program MBG.
Dari data DKPI, sebanyak 583 anak menyatakan pernah menerima makanan MBG dalam kondisi rusak, bau, dan basi, bahkan 11 responden mengaku tetap mengonsumsi makanan yang sudah rusak tersebut karena berbagai alasan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]