WahanaNews.co | Cerita soal penodongan senjata oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dibantah Komnas HAM. Kabar tersebut tidak benar.
Dari hasil pemeriksaan Komnas HAM memperoleh keterangan bahwa dugaan Brigadir J menodongkan senjata kepada Putri Candrawathi, istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, tidak terbukti.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan bahwa Bharada E yang berada di lokasi kejadian mengaku hanya mendengar Putri Candrawathi berteriak meminta tolong.
Dalam keterangannya, lanjut Taufan, Bharada E tidak ada menyebutkan peristiwa penodongan senjata yang dilakukan Brigadir J ke arah istri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Taufan, istri Ferdy Sambo meminta tolong kepada Bharada E dan ajudan lain bernama Ricky.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Setelah itu, Bharada E turun dari lantai dua dan bertemu dengan Brigadir J.
“Jadi selama ini ada keterangan bahwa Yoshua sedang menodongkan senjata (ke istri Ferdy Sambo), dalam keterangan mereka ini enggak ada peristiwa itu,” kata Taufan dalam sebuah webinar yang dikutip dari Kompas.com, kemarin.
Taufan menambahkan, tidak ada saksi yang melihat Brigadir J menodongkan senjata ke istri atasannya tersebut.
Selain itu, posisi Ricky yang juga disebut menjadi saksi dalam peristiwa itu, mengaku tidak melihat secara langsung adanya peristiwa baku tembak.
Ricky, disebut Taufan, hanya melihat Brigadir J sedang mengacungkan senjata. Namun, Ricky tidak mengetahui siapa yang menjadi lawan Brigadir J.
“Jadi, saksi yang menyaksikan penodongan itu tidak ada,” ujar Taufan.
Lebih lanjut, Taufan mengatakan, hasil penelusuran Komnas HAM menemukan banyak yang tidak cocok antara keterangan saksi dan barang bukti dengan informasi yang sudah tersiar sejak awal ke publik.
Temuan lainnya, kata Taufan, hal serupa juga terjadi saat banyak berita yang mengatakan Irjen Ferdy Sambo tengah melakukan PCR di tempat lain saat peristiwa baku tembak teradi.
Ternyata, kata Taufan, hal tersebut tidak benar usai pihaknya mengetahui bahwa Sambo berangkat satu hari lebih dulu sebelum kejadian.
"Kan ternyata enggak benar begitu, Pak Sambo sudah datang duluan satu hari sebelumnya (sebelum peristiwa baku tembak). Jadi cerita ini di awal dengan kemudian berkembang atau sebelum ditelusuri itu banyak yang enggak klop," jelas Taufan.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Baradha E sebagai tersangka dalam kasus dugaan penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
“Kami menetapkan Bharada E sebagai tersangka setelah dilakukan gelar perkara hari ini,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat konferensi pers, Rabu, 3 Agustus 2022.
Andi mengatakan Bharada E ditetapkan tersangka dalam kasus penembakan terhadap Brigadir J dan dikenakan Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan.
CDR Ponsel Menjadi Kunci
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Eka Prasetya menduga tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo telah dipersiapkan sebelumnya.
Bukan tanpa alasan Eka menyebut bila ada unsur perencanaan dalam kasus kematian Brigadir J.
Hal tersebut dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian sebelumnya, dimana, tempat kerjadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J sudah rusak, CCTV yang disebutkan diawal rusak disambar petir tiba-tiba bisa menunjukan gambar, dan handphone milik Brigadir J yang hingga kini tak diketahui keberadaannya.
Menurut Eka, hal penting dalam pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J adalah melihat isi Call Detail Recorder (CDR) atau catatan detail panggilan Ponsel milik Brigadir J.
"Yang paling penting soal kasus ini sebetulnya CDR ponsel belum ada keterangan dari digital forensik. Tapi yang dikeluarkan video dari CCTV. Padahal CDR ini yang menjadi sentral untuk mengungkap kasus kematian Brigadir J," kata Eka.
Eka juga menyebut, jika dalam pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J, penyidik perlu menyita seluruh ponsel yang ada di lokasi saat peristiwa penembakan.
Mulai dari ponsel Irjen Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi (PC), semua ajudan Ferdy Sambo, dan asisten rumah tangga di rumah dinas tersebut.
Pasalnya, saat ini ponsel milik pacar Brigadir J yakni Verra Simanjuntak juga telah disita penyidik.
"Semuanya harus diperiksa termasuk Brigadir J. Semua orang yang ada di situ, baik itu Ibu PC, baik itu Bapak FS (Ferdy Sambo), baik itu pembantunya, dan semua ajudannya. Karena handphone pacar Brigadir J saja sudah disita penyidik," jelas Eka.
Sebelumnya diberitakan, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan kasus proses pengungkapan kasus tewasnya Brigadir Brigadir J semakin terang benderang.
Choirul menuturkan kasus itu semakin terang benderang setelah Komnas HAM melakukan pemeriksaan terhadap 10 ponsel yang diperiksanya.
Menurutnya, dalam 10 ponsel tersebut berisikan terkait kerangka waktu dan substansi.
"Nah tadi selama proses (pemeriksaan) dari pagi sampai sore itu, bahan-bahan yang kami dapatkan dari Jambi itu terkonfirmasi. Satu, soal waktunya constraint waktunya, yang kedua adalah soal substansinya," kata Choirul di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Dengan temuan tersebut, Choirul meyakini jika kasus penembakan tersebut makin lama makin terang benderang untuk diungkap.
"Ini yang membuat posisi kami melihat proses penanganan kasus Brigadir Joshua ini semakin lama semakin terang benderang," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya mendapatkan isi dari 10 ponsel tersebut menyangkut tewasnya Brigadir J.
"Apa saja kira-kira yang tadi kami mintai keterangan atau kami dapatkan yaitu terkait foto, dokumen, kontak, akun, percakapan chat, dan temuan digital lainnya. Kami juga ditunjukkan sejumlah domumen administrasi penyelidikan," kata Beka.
Dalam penanganan kasus tersebut, Polri menemukan ada ketidakprofesionalan dari oknum polisi dalam menyelidiki kasus yang menjadi sorotan publik itu.
25 polisi saat ini sudah diperiksa terkait dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus kematian Brigadir J.
Terbaru, Polri pun menempatkan Irjen Ferdy Sambo di tempat khusus karena diduga menjadi bagian dari pihak yang dianggap menghambat proses penyelidikan. [qnt]