Pada hari yang sama, ia akhirnya melakukan syuting pertama “Darah dan Doa” atau kerap disebut “Long March Siliwangi”, yang berlokasi di Purwakarta dan Subang, Jawa Barat.							
						
							
							
								Film “Darah dan Doa” disebut-sebut sebagai kelahiran film nasional pertama Indonesia.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Peneliti PDI-P Kritik Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Reformasi Jadi Tak Bermakna
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Dalam produksi film ini, Usmar menggaet pemain yang sama sekali tidak memiliki pengalaman di seni peran.							
						
							
							
								Aktor seperti Del Yuzar, Awaluddin Djamin, Aedy Moward, Farida, bukanlah aktor profesional.							
						
							
							
								Film tersebut merupakan film pertama tentang manusia Indonesia dalam revolusi.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Yenny Wahid Apresiasi Peluncuran Prangko Pendiri Bangsa: Momentum Meneladani Semangat Kemerdekaan
									
									
										
									
								
							
							
								Berkisah tentang karakter Kapten Sudarto dalam perjalanan panjang Divisi Siliwangi dari Yogyakarta kembali menuju daerah Jawa Barat pada 1948 atau setelah persetujuan Renville.							
						
							
							
								“Darah dan Doa” sempat menuai perdebatan, terutama dari perwira angkatan darat, karena film tersebut dianggap tidak menggambarkan keperwiraan dan melukiskan kelemahan seorang anggota tentara.							
						
							
							
								Meski demikian, Usmar mengatakan bahwa tokoh Sudarto dalam “Darah dan Doa” bukanlah pahlawan dalam artian umum.