WAHANANEWS.CO, Jakarta - Terjadi kehebohan di Universitas Indonesia setelah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat UI, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menyampaikan permintaan maaf terbuka.
Permintaan maaf itu ia sampaikan lantaran dirinya mengusulkan akademisi asal Amerika Serikat, Prof. Dr. Peter Berkowitz, sebagai narasumber dalam acara Pengenalan Sistem Akademik Universitas Program Pascasarjana UI.
Baca Juga:
Sound Horeg Dinilai Mengganggu, PBNU hingga Pemprov Jatim Serukan Penertiban
Kehadiran Berkowitz pada acara itu menimbulkan kontroversi dan kecaman luas karena ia dikenal sebagai akademisi pro-Israel.
Gelombang penolakan datang dari masyarakat hingga civitas akademika UI yang menilai kehadiran tokoh tersebut mencederai komitmen kampus perjuangan terhadap kemerdekaan Palestina.
Gus Yahya pun mengakui bahwa dirinyalah yang memberi usulan menghadirkan Peter Berkowitz dalam forum tersebut.
Baca Juga:
PBNU: Tak Masuk Akal TNI Aktif Bisa Dinas di Kejaksaan Agung dan MA
Sebagai Ketua Majelis Wali Amanat UI, ia memiliki kapasitas untuk memberi masukan sehingga usulan tersebut akhirnya terlaksana.
Melalui akun Instagram pribadinya, Gus Yahya mengunggah surat permohonan maaf resmi yang ditandatangani pada Kamis (18/9/2025).
“Saya, Yahya Cholil Staquf, Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia, dengan ini menegaskan kembali permohonan maaf saya setulus-tulusnya kepada seluruh sivitas Universitas Indonesia serta masyarakat luas,” tulisnya.
Ia mengakui bahwa langkah menghadirkan tokoh pro-Israel itu adalah tindakan yang kurang cermat karena tidak memeriksa secara detail latar belakangnya.
Kekeliruan tersebut, lanjutnya, berimbas pada keresahan publik sekaligus memengaruhi marwah UI sebagai institusi pendidikan yang konsisten menyuarakan dukungan terhadap Palestina.
Dengan penuh kerendahan hati, Gus Yahya menyesali kekeliruan itu dan menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan UI, dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, dan alumni.
Ia berkomitmen untuk menerapkan mekanisme pengecekan yang lebih ketat di kemudian hari serta melibatkan lebih banyak pihak agar setiap langkah yang diambil sejalan dengan nilai luhur dan reputasi UI.
Gus Yahya juga menegaskan bahwa undangan terhadap Berkowitz tidak sedikitpun mengurangi komitmennya terhadap perjuangan bangsa Palestina.
“Saya juga menegaskan kembali bahwa Universitas Indonesia, dan saya pribadi, berdiri teguh bersama bangsa Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina, sesuai amanat konstitusi dan prinsip kemanusiaan,” ujarnya.
Menurutnya, sikap itu sudah diwujudkan dengan dukungan penuh terhadap keberadaan UI-Palestine Center yang ada di Universitas Indonesia dan tekad untuk terus berkontribusi bagi pengembangannya.
“Semoga Universitas Indonesia senantiasa menjadi kampus unggul, berintegritas, dan kebanggaan bangsa,” pungkas Gus Yahya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]