Usulan Format: Representatif + Meritokratis
Wacana pemilihan oleh DPRD bukan berarti menutup partisipasi publik. Kita justru bisa merancang format baru yang menggabungkan demokrasi representatif dengan meritokrasi. DPRD tetap memegang mandat politik rakyat, namun proses penyaringan calon dilakukan melalui fit and proper test yang melibatkan unsur masyarakat sipil-akademisi, tokoh agama, pengusaha, pemuda, perempuan, dan media.
Baca Juga:
Soal Anggaran Makan Minum Rp8 Miliar dan Sejumlah Proyek Siluman, Gabungan Aliansi Antikorupsi Geruduk Kantor DPRD Sulteng
Proses seleksi dilakukan terbuka, disiarkan ke publik, dan melibatkan uji kompetensi serta integritas calon. Skema ini bisa menjadi cara efektif untuk menghasilkan pemimpin daerah yang mumpuni, tanpa harus terjebak dalam arus populisme atau politik uang.
Stabilitas sebagai Syarat Pembangunan
Stabilitas politik lokal adalah kunci untuk mempercepat pembangunan. Dalam beberapa kasus, pilkada langsung justru memicu konflik sosial, polarisasi elite, bahkan disharmoni antara kepala daerah dan DPRD. Hal ini menghambat jalannya pemerintahan dan merugikan rakyat.
Baca Juga:
Soal Dugaan Manipulasi SKBT, DPRD Desak Bupati Nias Barat Panggil Inspektur
Dengan pemilihan oleh DPRD, stabilitas politik lebih terjaga karena proses kompromi dan negosiasi politik terjadi di ruang yang lebih terkonsolidasi. Kepala daerah yang terpilih pun bisa langsung bekerja, tidak lagi tersandera oleh tarik-menarik politik elektoral yang berkepanjangan.
Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan pentingnya mendorong transformasi dari "negara pedagang" ke "negara produsen". Untuk mewujudkan hal ini, dibutuhkan pemimpin daerah yang fokus, teknokratis, dan mampu mengelola sumber daya dengan visi jangka panjang. Sistem pemilihan yang lebih stabil dan efisien akan mendukung arah pembangunan nasional ini.
Menata Ulang, Bukan Mundur