“Itu memang hak Aceh, jadi saya rasa itu betul-betul Aceh dari segi apa saja, dari segi geografi perbatasan, sejarah, dan iklim,” Muzakir, setelah menghadiri International Conference on Infrastructure di Jakarta Selatan, Kamis (12 Juni 2026).
Sikap Gubernur Aceh yang tegas, dan para tokoh masyarakat, ulama, dan masyarakat Aceh juga secara tegas menolak Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentu akan mendorong kondisi psikologis, emosional, dan solidaritas untuk menentang kebijakan Pemerintah Pusat.
Baca Juga:
Kembalinya Empat Pulau Aceh, Bukti Terseoknya Birokrasi
Terkesan tidak fair dan tidak bijaknya Kemendagri tergambar dari ketika ditanya soal sejarah dan urgensi penetapan empat pulau itu sebagai wilayah Sumut, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal Zakaria Ali tak berkenan banyak berkomentar. “Surat tersebut muncul pada Juni 2022 setelah ditetapkan kode. Pernah disebut-sebut ketika pembahasan, hanya fisiknya baru diketahui belakangan,” katanya melalui pesan pendek kepada Tempo, Kamis (12 Juni 2025).
Jawaban yang tidak substantif yang disampaikan seorang birokrasi Eselon I Kemendagri, seperti menyepelekan persoalan administrasi empat Pulau di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, suatu indikasi buruknya kinerja birokrasi dan cenderung pada maladministration bahkan potensi abuse of power, karena penetrasi lingkungan atau relasi kuasa yang sudah terbangun dan menggurita.
Relasi kuasa antara pemerintah pusat dengan wilayah dan daerah dipertontonkan ke publik oleh mendagri, ‘di-hold’ oleh Presiden Prabowo, lantas Wamendagri Bima Arya melonggarkan kebijakan dengan menyatakan akan dilakukan evaluasi setelah ‘di-hold’ Presiden sebagaimana yang dikatakan Dasco.
Baca Juga:
Bukan Migas, Ini yang Diutamakan Wali Nanggroe Soal 4 Pulau Sengketa
"Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara," kata Dasco kepada wartawan, Sabtu (14/6/2025).
Dalam sepekan ini, Prabowo akan menyelesaikan persoalan perbatasan antar Propinsi tentu dengan mendengarkan dari berbagai ahli, pemerintah daerah masing-masing; pendekatan politis; geografis; historis; budaya; sosial; harga diri suatu komunitas yang perlu dijaga dan dirawat, untuk memperkokoh ketahanan bangsa dalam bingkai NKRI.
Prabowo harus hati- hati dalam mencermati apa yang terjadi di depan layar, dan bagaimana sebenarnya yang terjadi di belakang layar. Presiden Prabowo saat ini sedang mencium bau sangit korupsi, yang dimanivestasikannya dalam berbagai pidatonya untuk memberantas habis korupsi terutama di kalangan aparatur pemerintahan.