Dalam konteks rasa iri, penelitian neurologis dapat memberikan wawasan tentang cara merespon secara emosional terhadap keberhasilan orang lain dan bagaimana otak kita mengolah informasi tersebut.
Selain itu, pemahaman aspek neurologis ini dapat membantu dalam pengembangan pendekatan terapeutik atau intervensi yang bertujuan untuk mengelola emosi, termasuk rasa iri, dengan lebih efektif.
Baca Juga:
Sikapnya Manipulatif, Ini 8 Tanda Orang yang Iri dan Dengki pada Kita
Dengan demikian, faktor neurologis memberikan kontribusi penting dalam pemahaman dasar tentang bagaimana otak manusia merespons dan mengelola emosi kompleks seperti rasa iri.
3. Kebutuhan Afiliasi
Kebutuhan afiliasi merujuk pada kebutuhan dasar manusia akan hubungan sosial dan keterlibatan dalam komunitas. Konsep ini, yang diajukan oleh psikolog Abraham Maslow sebagai bagian dari hierarki kebutuhan, menyatakan bahwa individu memiliki dorongan alami untuk membina hubungan sosial yang bermakna dengan orang lain.
Baca Juga:
Tak Selalu Lebih Pintar, Ini Penjelasan soal Otak Pria yang Lebih Besar dari Wanita
Kebutuhan akan afiliasi mencakup keinginan untuk dicintai, diterima, dan merasa terhubung dengan orang-orang di sekitar kita.
Rasa iri seringkali muncul ketika individu merasa terancam dalam memenuhi kebutuhan afiliasi mereka, terutama ketika melihat orang lain mencapai hubungan sosial yang diinginkan atau meraih penerimaan dari komunitas.
Oleh karena itu, kebutuhan afiliasi menjadi faktor yang signifikan dalam pemahaman mengapa rasa iri dapat timbul, seiring dengan upaya individu untuk memenuhi dorongan bawaan untuk bersosialisasi dan membina hubungan yang mendukung.