"Kondisi ini perlu diantisipasi oleh petani, terutama untuk komoditas pertanian yang sensitif terhadap curah hujan seperti tanaman hortikultura," ujar Ardhasena.
Dia juga mengingatkan bahwa terdapat kajian yang menunjukkan potensi meningkatnya gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada akhir musim kemarau di tahun La Nina, sehingga para petani perlu mengantisipasinya.
Baca Juga:
BMKG Ungkap di Wilayah Ini, 67 Hari Hujan Tak Turun
Wilayah Terdampak La Nina
Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, waspada La Nina telah dinyatakan resmi oleh Biro Meteorilogi Australia (Bureau of Meteorology Australia/ BoM).
"La Nina sudah official ditetapkan oleh BoM Australia bulan ini. Pengaruh atau La Nina berdasarkan data kami hanya terjadi di sebagian Sumatra dan Kalimantan berupa kemarau basah. Kalimantan bagian tengah dan timur alami kemarau basah," kata Erma, mengutip CNBC Indonesia, Kamis (23/5/2024).
Baca Juga:
Dinsos Kota Bengkulu Siagakan 80 Tagana Antisipasi Dampak Fenomena La Nina
"Sementara untuk Jawa, selama Mei-September sebagian besar mengalami musim kemarau yang normal dan cenderung minim hujan," tambahnya.
Untuk itu, Erma mengimbau, petani di wilayah Jawa mengantisipasi potensi tersebut dalam mempertimbangkan jenis tanaman yang akan ditanam.
Menurutnya, tanaman palawija adalah tanaman pangan yang tepat ditanami pada kondisi tersebut.