"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan diakhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," tambah Dwikorita.
Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar Ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai Indonesia. Ia mengatakan bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan.
Baca Juga:
BMKG Ungkap di Wilayah Ini, 67 Hari Hujan Tak Turun
Daerah kering dan semi kering juga dapat memanfaatkan air berlimpah. Air tanah bisa maksimal terisi begitu pula dengan danau, situ, serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.
"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang misalnya pengetahuan, penemuan rekayasa teknologi dan industri, penyediaan sandang, papan dan pangan, daya juang dan motivasi bangsa, sikap tanggap dan peduli serta menjaga alam dan lingkungan," katanya.
Menurut Agus, pemerintah harus menyeting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina.
Baca Juga:
Dinsos Kota Bengkulu Siagakan 80 Tagana Antisipasi Dampak Fenomena La Nina
Misalnya dengan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi-potensi sungai yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.
"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu dimana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga tahu manfaatnya sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus.
Begitu pula dari sektor pertanian, Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, La Nina punya manfaat bagi pertanian pangan.