Ia dianggap oleh banyak orang saat itu sebagai pembangkang. Pemerintah Rusia pada tahun-tahun berikutnya berusaha memblokir Telegram tetapi tidak berhasil, dan aplikasi tersebut dipandang sebagai alat utama bagi militer dalam invasi ke Ukraina.
Saat berbicara dengan pembawa acara bincang-bincang sayap kanan AS Tucker Carlson dalam sebuah wawancara pada April, Durov mengatakan bahwa hanya orang-orang dengan "pengetahuan yang sangat terbatas tentang asal-usul Telegram" yang dapat mengklaim bahwa aplikasi itu adalah instrumen pemerintah Rusia.
Baca Juga:
Punya 100 Anak Biologis, Berikut Fakta Unik CEO Telegram Pavel Durov
Namun, Moskow terlihat membela Durov selama masalah hukumnya saat ini di Prancis. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov bahkan memperingatkan Prancis agar tidak mengubah kasus tersebut menjadi "penganiayaan politik."
Menurut situs berita Vazhnye Istorii, mengutip data perbatasan yang bocor, kepergiannya dari Rusia sama sekali bukan pengasingan yang tiba-tiba dan ia mengunjungi negara itu lebih dari 50 kali antara 2015 dan 2021.
Paspor Prancis
Baca Juga:
Berikut 5 Orang Dengan Gaji Selangit Sepanjang Sejarah
Media berulang kali mencatat perlakuan terhadap Durov ketika penangkapan di bandara Le Bourget, Prancis, saat itu, sangat kontras dengan kunjungan-kunjungan sebelumnya.
Surat kabar Le Monde melaporkan pada Rabu (28/8) bahwa Durov telah bertemu Presiden Emmanuel Macron pada beberapa kesempatan sebelum menerima kewarganegaraan Prancis pada 2021, melalui prosedur khusus yang diperuntukkan bagi mereka yang dianggap telah memberikan kontribusi khusus bagi Prancis.
Sumber yang dekat dengan kasus tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada AFP pada Kamis (29/8) bahwa setelah penangkapannya, Durov meminta agar taipan telekomunikasi Prancis Xavier Niel, ketua dan pendiri operator seluler Iliad dan dianggap dekat dengan Macron, diberitahu tentang penangkapannya.