WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tim ilmuwan China berhasil mengembangkan varietas padi inovatif yang dapat menghasilkan koenzim CoQ10, senyawa penting untuk kesehatan jantung.
Dengan menggunakan teknik penyuntingan gen, mereka menciptakan beras yang berpotensi menjadi sumber nutrisi tambahan bagi konsumen.
Baca Juga:
Pemkab Malinau Apresiasi Keberhasilan Kelompok Tani Rurum Kei Hasilkan 9,4 Ton Padi
CoQ10 adalah nutrisi unik berupa antioksidan alami yang diproduksi tubuh manusia dan berperan penting dalam menjaga kesehatan secara keseluruhan, terutama fungsi jantung.
Namun, seiring bertambahnya usia, produksi alami senyawa ini menurun, sehingga asupan tambahan dari makanan menjadi semakin penting.
Pada dasarnya, tanaman pangan seperti padi hanya mampu mensintesis CoQ9, bukan CoQ10. Untuk mengatasi keterbatasan ini, tim peneliti menganalisis lebih dari 1.000 spesies tanaman terestrial guna mengidentifikasi variasi alami enzim Coq1.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Situbondo: 100 Hektare Sawah Siap Panen Padi Agritan BK 01 dan 02
Dengan bantuan pembelajaran mesin, mereka kemudian menyunting lima asam amino utama dalam enzim tersebut untuk memungkinkan padi memproduksi CoQ10.
“Kami menggunakan pendekatan berbasis data untuk memahami bagaimana tanaman berevolusi selama ribuan tahun,” ujar Zhao Qing, peneliti dari Kebun Raya Chenshan Shanghai.
“Hasilnya, kami berhasil menciptakan varietas padi yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan yang nyata.”
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Cell pada 14 Februari 2025 dan menunjukkan bahwa peningkatan CoQ10 dalam padi tidak memengaruhi hasil panen.
Lebih menarik lagi, CoQ10 dalam beras ini tetap stabil selama proses pemanasan, sehingga manfaat nutrisinya tetap terjaga meskipun dimasak.
“Jika seseorang mengonsumsi beras ini setiap hari, mereka bisa mendapatkan tambahan sekitar 1–2 mg CoQ10 per hari,” kata Xu Jingjing, associate researcher di Kebun Raya Chenshan Shanghai.
“Jumlah ini hampir setara dengan CoQ10 yang didapat dari konsumsi daging, sehingga bisa menjadi alternatif sumber nutrisi yang lebih mudah diakses.”
Zhao Qing menambahkan bahwa penelitian ini tidak hanya mengungkap pola evolusi tanaman selama ribuan tahun, tetapi juga membuka jalan bagi inovasi biologi sintetis di masa depan.
“Biologi sintetis pada dasarnya adalah tentang belajar dari alam. Kami percaya pendekatan ini bisa diterapkan untuk pengembangan tanaman lain,” ujarnya.
Selain itu, penelitian ini membuktikan bagaimana big data dan kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan dalam pengembangan varietas tanaman unggul.
Tim peneliti yang terlibat berasal dari berbagai institusi, termasuk Pusat Keunggulan Ilmu Tanaman Molekuler CAS, Pusat Penelitian Chenshan Shanghai, serta Institut Genetika dan Biologi Perkembangan di Beijing.
Mereka berharap metode ini dapat diterapkan dalam penelitian serupa, seperti pada pengembangan gandum dan tanaman pangan lainnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]