Sejak muda, Qian sudah menonjol. Ia lulus terbaik dari Universitas Jiao Tong dan meraih beasiswa ke MIT.
Tiba di Boston tahun 1935, Qian mungkin menghadapi rasisme, kata Prof. Chris Jespersen dari University of North Georgia. Namun saat itu juga ada harapan bahwa China tengah mengalami transformasi besar.
Baca Juga:
Elon Musk Serukan Pemakzulan Trump! Drama Politik AS Makin Panas
Dari MIT, ia lanjut ke Caltech, belajar di bawah insinyur legendaris Theodore von Karman.
Ia bekerja dengan Frank Malina dan masuk kelompok "Suicide Squad", julukan bagi tim eksentrik yang bereksperimen membangun roket dengan bahan kimia berbahaya.
Qian cepat menunjukkan kepiawaiannya. Ia turut serta dalam riset propulsi roket, bidang yang kala itu dianggap gila oleh para insinyur serius. Namun semuanya berubah saat Perang Dunia II meletus.
Baca Juga:
Jet Siluman Super AI Muncul dari China dan AS: Siapa Penguasa Langit Selanjutnya?
Militer AS membiayai proyek mereka. Jet Propulsion Laboratory (JPL) pun lahir pada 1943, dan Qian berada di jantungnya.
Sebagai warga negara dari negara sekutu, Qian diberi izin keamanan untuk menangani proyek senjata rahasia dan menjabat di Dewan Penasihat Sains AS.
Bahkan ia dikirim ke Jerman untuk mewawancarai ilmuwan Nazi, termasuk Wernher von Braun, untuk menguak rahasia teknologi roket Jerman.