Setibanya di China, Qian disambut sebagai pahlawan, meskipun awalnya Partai Komunis sempat ragu. Istrinya anak seorang pemimpin Nasionalis, dan Qian pernah mengajukan permohonan kewarganegaraan AS.
Ia baru bergabung dengan Partai pada 1958, lalu hati-hati menjaga posisi politiknya. Ia selamat dari Revolusi Kebudayaan dan membangun karier cemerlang.
Baca Juga:
Bamsoet Ajak Sejawat Alumni Lemhannas Perkuat Ketahanan Nasional Hadapi Dinamika Geopolitik Global
Saat ia tiba, China nyaris tak mengenal teknologi roket. Namun dalam 15 tahun, ia berhasil meluncurkan satelit pertama China.
Ia melatih generasi ilmuwan baru dan membangun fondasi program luar angkasa dan rudal nuklir negara itu.
Ironisnya, rudal yang ia bantu kembangkan, seperti Silkworm, kemudian digunakan untuk menyerang AS, termasuk dalam Perang Teluk dan terhadap kapal USS Mason di Yaman tahun 2016.
Baca Juga:
Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Tegaskan Tidak Ada Penyelesaian dengan Amerika
Macdonald menyebut deportasi Qian sebagai blunder besar.
“Dengan menyingkirkan seorang ahli, AS justru memperkuat musuhnya. Itu kesalahan geopolitik luar biasa.”
Mantan Sekretaris Angkatan Laut Dan Kimball bahkan menyebut pemulangan Qian sebagai “hal terbodoh yang pernah dilakukan negara ini.”