Merespons laporan ini, militer Israel mengaku mengoordinasikan kampanye tersebut dengan influencer media sosial, memberi mereka gambar dan tagar untuk membicarakan pencapaian militer dan menunjukkan kerusakan yang ditimbulkannya di Gaza.
Namun, semua upaya tentara Israel sia-sia. Tagar tersebut gagal viral, hanya mendapatkan sedikit like dan share, menurut laporan Haaretz.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Para ahli menyebut kampanye pengaruh online yang sukses menggunakan identitas palsu membutuhkan waktu bertahun-tahun dan ratusan ribu dolar untuk mendapatkan kepercayaan pengikut.
Dalam sebuah pernyataan, militer Israel mengakui bahwa mereka menggunakan "jumlah terbatas" akun palsu selama sehari "untuk meningkatkan paparan."
"Jika ditinjau kembali, ditemukan bahwa penggunaan akun-akun ini adalah sebuah kesalahan," kata militer Israel, sambil mengatakan bahwa mereka tidak menggunakan taktik tersebut sejak perang.
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Mereka juga mengklaim mendekati influencer media sosial yang bergabung dalam operasi tersebut dalam kapasitas resmi sebagai juru bicara unit militer.
Militer Israel mengatakan "berkomitmen pada kebenaran dan sebisa mungkin mematuhi laporan yang dapat diandalkan dan akurat."
Kembali rekrut influencer