WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dopamin memainkan peran krusial dalam menjaga api cinta tetap menyala. Ketika dopamin membanjiri tubuh, seseorang rela menghadapi kemacetan demi makan malam bersama pasangan.
Hormon ini memotivasi pasangan untuk mempertahankan kehangatan emosi dan kedekatan.
Baca Juga:
5 Tipe Sosok yang Otaknya Paling Encer Menurut MBTI, Kamu Termasuk?
Namun, saat dopamin berkurang drastis, rasa cinta bisa memudar hingga melihat pasangan terasa seperti melihat orang asing.
Menariknya, fenomena ini juga dapat membantu mereka yang ingin melupakan patah hati, kehilangan pasangan, atau sulit membangun hubungan baru.
Penelitian terbaru oleh Anne F. Pierce dan timnya, yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology, menggali lebih dalam bagaimana cinta terwujud dalam otak dan bagaimana jejaknya bisa hilang.
Baca Juga:
Awas! Kebiasaan Sehari-hari Ini Bisa Memicu Pikun
Dopamin, neurotransmitter yang berperan dalam motivasi, fokus, dan kepuasan, ternyata menjadi kunci utama.
Peneliti menemukan bahwa dopamin membanjiri pusat reward di otak saat seseorang bertemu pasangan, memotivasi mereka untuk mempertahankan hubungan tersebut.
Sebaliknya, interaksi dengan orang biasa tidak memicu respons yang sama.
Penelitian ini juga melibatkan eksperimen pada tikus padang rumput, salah satu dari sedikit mamalia monogami.
Tikus ini menunjukkan perilaku serupa dengan manusia, termasuk kesedihan saat kehilangan pasangan.
Dengan bantuan teknologi neuroimaging, para ilmuwan mendeteksi bagaimana dopamin mengalir di otak mereka, memperlihatkan bahwa hubungan erat meninggalkan jejak kimiawi unik di otak.
Ketika pasangan tikus dipisahkan dalam waktu lama, jejak kimiawi itu memudar. Ketika bertemu kembali, mereka tidak lagi menunjukkan lonjakan dopamin yang sama, seolah-olah melihat pasangan mereka seperti tikus asing.
Penemuan ini memberi harapan bagi mereka yang ingin move on, menunjukkan bahwa otak manusia memiliki mekanisme alami untuk melupakan dan memulai lembaran baru.
Harapan terbesar dari studi ini adalah mengembangkan terapi bagi mereka yang mengalami kesulitan sosial atau gangguan mental yang menghambat hubungan mereka.
Memahami cara kerja cinta di otak membuka peluang untuk menyembuhkan luka emosional dan menciptakan ikatan yang sehat.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]